Belum lama ini terbongkar kasus mencontek massal yang didalangi oleh oknum guru. Miris memang mendengarnya, seorang guru yang seharusnya mendidik murid-muridnya, akan tetapi malah menyuruh anak-anak didiknya untuk mencontek saat Ujian Akhir Nasional. Kasus ini terbongkar setelah salah satu murid dan ibunya melapor ke pihak yang berwenang.
Sontak setelah kasus ini terbongkar, mata dari seluruh penjuru tanah air tertuju kepada ibu dan anak yang memiliki keberanian untuk membongkar kasus contek massal ini. Konsekuensi dari pembongkaran ini pun sangat berat, mereka dicemooh, dikucilkan bahkan diusir dari lingkungannya. Ironis memang ketika kejujuran tak lagi bermakna. Inilah tragedi kejujuran yang terjadi. Seharusnya, seorang guru tahu bahwa mencontek bertentangan dengan tujuan pendidikan.
Bukankah tujuan dari pendidikan itu adalah merubah tingkah laku? Bukankah pengertian dari pendidikan adalah merubah anak yang belum dewasa menjadi anak yang dewasa? Dalam kasus mencontek massal ini, dewasa yang seperti apa yang dimaksud itu? Apakah seorang dewasa yang pintar mencontek dan lihai menipu? Kalo iya, tak salah apabila kita menjadi negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi.
Memang pengertian mencontek apabila dicari dalam kamus besar bahasa Indonesia pastilah tidak ditemukan. Secara tidak langsung kata mencontek ditemukan dalam kata menjiplak. Menjiplak yaitu tindakan mencontoh atau meniru pekerjaan orang lain(tulisan, karya orang, dll). Menjiplak dan menyontek identik dengan menipu karena karya orang lain diatasnamakan dirinya.
Salah satu penyebab “dihalalkannya” mencontek adalah ketidakfahaman makna pendidikan itu sendiri. Menurut Langeveld, pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Yang dimaksud dengan dewasa ialah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara pedagogis, biologis, psikologis dan sosiologis(Drs. Achmad Munib, S.H,M.Si).
Sulit memang bila ingin mencetak generasi muda yang dewasa apabila orang-orang disekitarnya tidak bertanggung jawab. Ketika ada oknum guru yang menyuruh anak didiknya bertanggung jawab akan tetapi ia menyuruh anak didiknya mencontek. Kesulitan pun bertambah saat mencari tokoh teladan yang bertanggung jawab, apakah pejabat yang suka korupsi dapat dijadikan teladan sebagai tokoh yang bertanggung jawab? Yah, setidaknya ada satu orang yang saat ini dapat dijadikan teladan bagi kita. Ia bukanlah pejabat bukan pula seorang konglomerat. Akan tetapi ia hanyalah seorang ibu rumah tangga yang mengajarkan kepada kita untuk menjadi seseorang yang berani dan bertanggung jawab. Ya, Ibu Siami namanya, seorang ibu rumah tangga yang mengajak putranya untuk membongkar kasus mencontek massal.
Sebenarnya kelak di kemudian hari kita tidak akan kesulitan mencari sosok teladan apabila kita mau menjadi seseorang yang dewasa dan bertanggung jawab. Mari kita canangkan program 3M kepada diri kita sendiri, yaitu memulai dari hal-hal kecil, memulai dari diri sendiri dan memulai saat ini juga. Kita jadikan momentum Ujian Akhir Semester ini untuk memperbaiki diri agar dikemudian hari kita dapat dijadikan teladan bagi anak-cucu kita. Silahkan contek keteladan ibu siami!
Biodata Penulis
Nama: Rahma Huda Putranto
NIM: 1401410099
Jurusan/ Fakultas/ Universitas: Pendidikan Guru Sekolah Dasar/ FIP/ UNNES
Comments
Post a Comment