PEMILU presiden dan wakil presiden berbeda dengan
pemilihan legislatif. Dilihat dari jumlah pilihan, pemilu legislatif
mensajikan banyak kemungkinan pilihan karena diikuti oleh banyak partai
dan banyak calon legislatif. Namun, pemilu presiden dan calon wakil
presiden yang hanya diikuti oleh dua pasang calon membuat pemilih hanya
memiliki dua pilihan yang harus dipilih. Kalau tidak memilih calon
pasangan nomor satu, ya memilih pasangan nomor dua.
Kedua pasang calon tersebut memiliki perbedaan yang dibalut dengan
persamaan. Kedua pasang calon merupakan tokoh nasional, orang kaya,
disukai media, memiliki basis massa, memiliki tim sukses yang kuat,
memiliki pengalaman memimpin, dan pernah menjadi korban black-negative campaign.
Pemilu yang diikuti oleh dua pasang calon ini menimbulkan gelombang
dukungan yang cukup besar. Mendukung salah satu calon dan tidak
mendukung calon yang lain. Sehingga tak jarang terjadi pertentangan
antara pendukung kedua calon di dunia maya maupun dunia nyata.
Pertentangan yang paling kentara terjadi di media sosial, hal ini
ditunjukkan dengan sering terjadinya tweet war atau perang status yang menghasilkan debat panas yang menjurus kasar di kolom-kolom komentar.
Ketika membaca komentar-komentar negatif yang berkaitan dengan salah
satu calon maka secara tersirat menunjukkan adanya bumbu kebencian
terhadap calon yang tidak didukung. Sulit untuk mencegah kemontar
negatif mengudara di dunia maya. Karena semua orang dengan mudah
menyebarkan dan mengakses informasi yang dapat dibaca oleh semua orang
di penjuru dunia hanya dalam hitungan detik.
Komentar negatif di dunia maya sering berlindung pada dalih “kebebasan
berpendapat”. Oleh karenanya, tidak ada yang bisa mencegah orang
berkomentar negatif di dunia maya selain pengendalian dari dalam diri
setiap orang. Dalam menukung dan membenci sesuatu Al-Quran mengingatkan
dalam surat Al-Baqarah ayat 216 yang artinya “...boleh Jadi kamu
membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu...”. Oleh karenanya, dalam rangka dukung-mendukung alangkah baiknya kita tetap menjaga lisan dan tindakan kita.
Pada akhirnya, kehadiran dua pasang calon ini memberikan kepastian
kepada rakyat bahwa ke depan Indonesia akan dipimpin oleh salah satu di
antara kedua pasang calon sebagai putra terbaik bangsa yang
siap mengabdikan diri untuk ibu pertiwi. Oleh karena itu, kita wajib
menjaga diri agar pemilu presiden ini tidak menjadi blunder yang
dapat memecah keutuhan bangsa, sehingga pilihan nomor tiga untuk sila
ketiga pancasila adalah sebuah keharusan, yaitu “Persatuan Indonesia”.
Rahma Huda Putranto
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Negeri Semarang
dimuat dalam: http://kampus.okezone.com/read/2014/07/08/367/1009878/nomor-satu-nomor-dua-dan-keharusan-memilih-yang-ketiga
Comments
Post a Comment