Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Keberanian Masyarakat Bernalar Berawal dari Buku

Iwan Pranoto (staf pengajar Matematika di ITB) membahas tentang penyebab mengapa barat dapat mencapai abad pencerahan. Abad pencerahan adalah sebuah era baru yang mengakhiri era kegelapan yang dialami orang Barat. Disebut abad pencerahan karena banyak penemuan baru di bidang pemikiran agama, seni, moral sampai ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang pesat.

Orang Barat berhasil mencapai abad keemasan (istilah lain abad pencerahan) karena berhasil membentuk masyarakat bernalar. Masyarakat bernalar merupakan sebuah kelompok masyarakat dimana setiap individu memiliki keberanian untuk mengungkapkan dan menerapkan hasil penalarannya. Masyarakat di era sebelumnya terkungkung pada keyakinan-keyakinan yang tidak berdasar pada nalar. Semuanya dilegalisasi dengan dalih agama atau kepercayaan.

Masyarakat bernalar digambarkan sebagai suatu masyarakat yang tidak tunduk begitu saja pada kekuasaan. Tidak tunduk begitu saja diartikan sebagai masyarakat yang kritis terhadap kebijakan penguasa. Memiliki keberanian untuk menuntut dan memberikan koreksi kepada penguasa. Sehingga masyarakat bernalar tidak menempatkan diri sebagai masyarakat yang hanya "nrimo".

Buku
Keberadaan masyarakat bernalar pada zaman pencerahan dulu didorong dengan adanya penerbitan dan penyebaran buku. Usaha penerbitan buku pada zaman awal abad pencerahan merupakan bisnis yang menggiurkan. Hal tersebut membuat banyak orang berlomba-lomba menjadi pengusaha penerbitan buku. Selain itu, harga buku kala itu sangatlah tinggi.


Buku kala itu memiliki nilai jual yang tinggi karena untuk mencetak satu buku dibutuhkan tenaga orang banyak untuk menyalinnya. Ada juga teknologi yang dikembangkan untuk mencetak buku kala itu dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari kayu. Kayu tersebut diukir membentuk tulisan-tulisan yang akan dicetak di atas kertas dan menjadi buku.

Usaha penerbitan yang kala itu menjamur membuat orang-orang berusaha menemukan cara yang efektif dan efisien untuk mencetak buku. Akhirnya ditemukan cetakan menggunakan bahan logam. Kemudian setelah ditemukannya mesin uap, mesin cetak hadir di tengah peradaban manusia.

Mesin cetak ini membuat buku semakin mudah disebar ke seluruh bagian masyarakat. Informasi membanjiri sendi kehidupan manusia. Terjadi transfer ilmu pengetahuan. Masyarakat mendapat pengetahuan baru. Memunculkan kesadaran di tengah masyarakat. Dan lahirlah suatu masyarakat yang berani bertindak atas dasar nalarnya sendiri.

Pertanyaannya, dimana posisi kita kali ini. Posisi kita sekarang berada pada era dimana informasi dapat diperoleh dengan mudah melalui jaringan internet. Setiap orang bisa memproduksi, mendiatribusikan dan menikmati pengetahuan baru. Bahkan seseorang tidak harus membeli buku. Secara ekosistem keadaan saat ini,  masyarakat bernalar seharusnya bisa terlahir di tengah masifnya informasi yang mudah di dapat. Namun, bagaimana kenyataannya?

Ditulis ketika doa bersama kelas 6.
Borobudur, 5 April 2018

Comments

Baca Juga