Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengaj...

Pesan Umbu Landu Paranggi dalam Video Kompas

"Makanya saya peringatkan Emha jangan sekali-kali kamu ngomong tentang jasa dan menggawat-gawatkan peran."

(Umbu Landu Paranggi)

Itulah ungkapan yang sangat mengena dari seorang "Presiden Malioboro." Ungkapan itu menjadi pukulan telak bagi manusia masa kini. Dimana manusia masa kini sering terjebak pada perasaan "dipentingkan."

Perasaan "dipentingkan" maksudnya manusia selalu merasa ingin menjadi seseorang yang penting. Seseorang yang diperhatikan oleh manusia lain. Manusia yang selalu mendapat pujian dari orang lain.

Keberadaan media sosial membuktikan manusia kini cenderung ingin "dipentingkan." Manusia menggunakan media sosial untuk menampilkan sesuatu dan mendapatkan perhatian dari orang lain.

Bagaimana tidak, manakala seseorang memposting foto dirinya, seketika itu saja ia mulai berhitung. Berapa like yang diperoleh. Apa saja komentar yang muncul. Semua respon dari orang lain sangat ia harapkan. Kalau saja orang tidak ingin dikomentari, tentu ia tak akan memposting tulisannya di media sosial.

Kecenderungan ingin "dipentingkan" ini juga membuat seseorang selalu update status di WhatsApp. Memperbaharui story di Facebook. Atau mengirim tweet. Bahkan berkirim pesan pribadi pun juga termasuk meminta "perhatian."

Setelah merasa dipentingkan, ia lalu mengingkan pengakuan jasa. Sampai-sampai ia akan berkata "kalau tidak ada aku, maka keadaan tidak akan baik." Atau bisa juga berkata seperti ini, "bayangkan, bila tidak ada diriku, akan jadi apa mereka."

Sampai di baris tulisan ini aku kemudian tersadar. Tulisan ini pun "ku-posting" hanya untuk mendapat perhatian juga. Bahkan mungkin juga, dalam hatiku yang terdalam ada bisikan "aku menulis agar orang lain tahu akan 'peran-ku'."

Selamat jalan Sang Gurunya-Guru Bangsa.


*Foto dan caption di atas saya dapat di video kompas.id dalam halaman tautan berikut: Berpulangnya Presiden Malioboro, Umbu Landu Paranggi

https://www.kompas.id/baca/video/2021/04/06/berpulangnya-presiden-malioboro-umbu-landu-paranggi/

Comments

  1. Kerap kali saya posting sesuatu demi cuan. Bukan demi dianggap penting 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sy mbok diajari bu, biar posting bs dpt cuan
      :D

      Delete
  2. Betul, skrg apa saja dilakukan asal bs viral. Haaaa

    ReplyDelete

Post a Comment

Baca Juga