Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Keberuntungan Menurut Manusia Jawa


Dalam pemikiran masyarakat Jawa ada yang disebut dengan model berfikir hakikat. Model berfikirnya secara garis besar membedakan antara "wadah" dan "isi". Seperti sering diceritakan dalam cerita pewayangan bahwa "wahyu" (anugerah) itu membutuhkan "wadah" (tempat). Sehingga dalam cerita pewayangan banyak tokoh wayang yang melakukan "laku". "Laku" tersebut digambarkan dengan bertapa, berlatih bela diri, melakukan perjalanan mencari senjata pusaka, dsb. Oleh karenanya dalam dunia pemikiran manusia jawa, seorang manusia hanya dapat berusaha dengan mempersiapkan "wadah" itu sebaik-baiknya. Urusan "isi" diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Begitu pula ketika membicarakan soal keberuntungan. Keberuntungan  kalau disesuaikan dengan pola pemikiran manusia jawa, keberuntungan masuk dalam kategori "isi". Sehingga keberuntungan hanya diperoleh orang-orang yang dipilih Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga orang "bejo" itu bukan orang yang terpilih karena ketidaksengajaan. Melainkan secara sengaja dipilih oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada orang-orang yang sudah mempersiapkan "wadah"nya. Karena keberuntungan dianalogikan sebagai isi yang membutuhkan wadah. Maka keberuntungan itu harus dipersiapkan.

Persiapan yang dimaksud tentu  harus berupa tindakan-tindakan yag dilandaskan pada nalar-logika yang sehat. Tidak disandarkan pada sesuatu yang tidak masuk akal. Misalnya dengan persembahan sesaji, mengubur kepala sapi, atau hal-hal lain yang tidak koheren dengan nalar manusia.

Secara tidak langsung, penulis ingin mengatakan bahwa keberuntungan itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang berusaha. Misalnya, seorang petani mendapatkan panen yang melebihi biasanya. Kemudian peristiwa ini oleh masyarakat umum dikatakan sebagai keberuntungan. Padahal petani itu berusaha semaksimal mungkin merawat tanaman yang ia tanam. Mulai dengan pemilihan bibit yanh unggul, pengairan yang cermat, kualitas pupuk yang terjamin dan lain sebagainya. Coba bayangkan, kalau saja petani tersebut hanya diam dan tidak mengurus tanamannya, apakah ia dapat panen melebihi rata-rata? Apakah ia akan memperoleh keberuntungan berbentuk panen raya itu?

Kesimpulannya adalah keberuntungan merupakan sesuatu yang logis. Menjadi logis apabila keberuntungan itu diruntut ke peristiwa-peristiwa sebelumnya. Keberuntungan akan mengikuti oleh orang-orang yang berusaha. Sekali lagi, keberuntungan yang dikaruniakan kepada seseorang yang berusaha semaksimal mungkin menjadi bukti bahwa Tuhan Maha Adil yang tidak pernah menyia-nyiakan ikhtiar dan tawakal dari setiap hambanya.

Borobudur, 1 Februari 2018

Comments

Baca Juga