Coffee shop menjadi alternatif bagi sebagian kalangan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Coffee shop kini identik dengan penataan tempat yang cozy, interior yang instagramable ditambah wifi yang super cepat. Coffee Shop menjadi pilihan ketika otak ini berhenti berpikir karena jenuh dengan lingkungan kerja yang monoton.
Saya termasuk orang yang suka ke coffee shop. Akan tetapi tidak sering berkunjung kesana. Sebab tampilan saya kalah gaul dengan pengunjung lain atau penjualnya. Pernah suatu ketika, pelayan sebuah coffee shop berkata pada saya seperti ini.
"Disini ndak jual soto, mas!" kata pemuda yang saya tahu hanya pegawai biasa di coffe shop itu.
Hmm, ya bener kalau coffee shop kebanyakan memang tidak jual soto. Soto identik dengan makanan orang tua menengah ke bawah -walau ada soto berkelas tinggi di tempat tertentu- dan kurang disukai anak-anak "gaul."
Ungkapan "disini ndak jual soto" seperti ungkapan yang membuat under-estimed orang.
Coba kalau yang digituin Dono seperti di film "Gensi Dong." Pasti bapaknya yang juragan tembakau terkaya di kampungnya akan membeli coffe shop ini. Dono yang bernama Raden Mas Ngabei Slamet Condrowiryotikto Edipranoto Joyosentiko Mangundirjokusumo pasti juga akan bilang "loe jual, gue beli."
Hahaha, tulisan ini tidak mempermasalahkan ungkapan itu. Saya hanya ingin mencoba mendeskripsikan Coffee Shop yang asyik itu seperti apa.
Yang pasti, Coffe shop asyik kalau dikunjungi saat punya uang. Maklum harga secangkir kopi berkisar antara 10-50 ribu. Harga bergantung jenis kopi dan cara penyajiannya.
Dengan kocek yang harus dirogoh tidak murah, kafe tidak bisa dikunjungi setiap hari. Apalagi oleh orang yang berkantong "ngepress" seperti saya. Bisa lah ke Coffe Shop kalau berkorban sehari tidak memberikan uang belanja ke istri. haha
Pertimbangan pertama dalam memilih coffe shop yaitu tempatnya enak. Tempat enak relatif memang. Namun saya suka Coffe Shop yang ACnya sejuk tidak terlalu dingin. Ditambah dengan tempat yang tidak terlalu ramai pengunjung. Saya juga menghindari coffee shop yang suka memutar lagu dengan volume tinggi. Soalnya jadi gak cozy lagi.
Kedua, coffee shop menyediakan colokan listrik. Colokan listrik menjadi kebutuhan primer bagi penikmat kopi sambil cari wifi gratis seperti saya. Apalah daya laptop atau HP kalau baterainya habis dan tidak ada listrik.
Ketiga, pelayannya ramah dan tidak meremehkan pelanggan. Ini penting banget bagi rupa-rupa gembel seperti saya yang butuh penghormatan (hahaha, gile hormat lu, ndro!). Minimal ia mau menyapa kita dan tidak tanya macam-macam. Apalagi memicingkan mata sambil menyurigai kita. Lebih baik lagi kalau ditanya, pelayan ini mau menjelaskan macam-macam kopi yang disediakan.
Keempat, tidak membatasi waktu kunjung. Ada lho coffe shop yang tidak menginginkan dikunjungi terlalu lama. Karena mereka tidak mau rugi dengan kelihatan ramai sehingga pelanggan baru enggan mampir.
Hati-hati juga kalau coffe shop yang kamu kunjungi pakai sistem charge atau denda bila nongkrongnya kelamaan. Sebagai antisipasi, bayar dulu sebelum nongkrong. Jadi bayarnya, jangan saat nongkrongya selesai. Nanti kena bonus charge bisa kejang-kejang karena kaget.
Itu sih beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika milih coffe shop. Tenang saja, bila satu gerai kopi tidak menghargaimu, masih ada gerai kopi yang lain. Bila gerai kopi yang lain tidak menghargai juga, cari angkringan. Nikmati kopi sachet dengan riang gembira layaknya kopi giling di coffee shop. hhhha
Rahma Huda Putranto, penikmat kopi level pemula
25 Februari 2020
Comments
Post a Comment