Featured Post
- Get link
- Other Apps
Ageman Peranakan Alias Baju Adat Peranakan Khas Jogja
Saya prihatin melihat para pegawai memakai pakaian adat Jawa saat peringatan hari-hari tertentu. Pakaian Jawa cenderung dipakai "sekenanya". Pokoknya pakai baju lurik sama blankon sudah dianggap "pakai" pakaian Jawa. Padahal, pakaian Jawa memiliki aturan/pakem yang perlu diperhatikan.
Setelah dipikir-pikir, keprihatinan dalam melihat orang lain tidak lebih besar daripada keprihatinan terhadap diri saya pribadi. Saya sendiri tidak memahami pakem pakaian Jawa. Saya pun merasa malu. Dalam diri saya mengalir "darah" Ngayogyakarta.
Saya mencoba untuk meningkatkan pemahaman tentang pakaian Jawa. Saya pernah mengikuti kursus selama enam bulan. Organisasi pemerhati kebudayaan Jawa yang menyelenggarakan kursus tersebut. Hasilnya, saya tidak puas. Pembahasannya terlalu "Solo".
Padahal yang saya butuhkan adalah pengetahuan tentang pakaian Jawa gaya Jogja. Makanya saya butuh narasumber yang pas. Butuh orang Jogja asli untuk mendapatkan pemahaman tentang pakaian Jawa ini.
Untungnya, kemarin saya bertemu dengan mas Dedy Panggung Supraba. Seorang ASN di bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang. Beliau orang mBantul asli. Saya tahu banyak tentangnya dari kakak dan orang tua saya.
Narasumber saya ini kalau ditulis dengan gelar, maka akan ada gelar M.Ng.,S.Sn. S.Sn. jelas gelar akademik. Tapi yang M.Ng. ini yang bikin beda. Saya belum konfirmasi langsung. Tapi saya yakin kalau M.Ng. itu adalah gelar keraton untuk Mas Ngabehi. Wajar, masa mudanya dulu memulai "karir" sebagai abdi dalem. Sering ketemu "gusti-gusti".
Pakaian Jawa
Menurut beliau, pakaian Jawa saat ini ada dua model. Yang pertama model yang sering kita lihat. Model sorjan. Sedangkan yang kedua disebut "ageman peranakan".Ageman peranakan ini konon katanya terinspirasi dari masyarakat Banten. Zaman dahulu, ada tokoh Jawa yang melakukan perjalanan ke Banten. Ia melihat orang Banten memakai baju seperti kaos baju kurung. Dari sinilah terinspirasi baju peranakan.
Desain baju Peranakan memang mirip dengan kaos/pakaian adat suku badui. Baju Peranakan memiliki desain kerah leher panjang yang bila dikancing menutupi leher. Sama seperti baju sorjan.
Bedanya dengan baju sorjan, baju Peranakan hanya memiliki kancing beberapa saja. Kancingnya tidak sampai bawah. Mirip-mirip kaos polo zaman sekarang.
Baju Peranakan berlengan panjang. Di ujung lengan/di bawah telapak tangan terdapat kancing. Kancingnya berjumlah lima buah. Lima di tangan kanan, lima juga di kiri.
Kancing baju di lengan ini digunakan untuk memudahkan pemakai ketika berwudhu. Kancing itu dibuka untuk "menggulung" tangan. Ini bedanya dengan sorjan. Sorjan tidak ada kancing. Jadi, kalau wudhu, baju sorjan harus dicopot karena kancing tidak bisa digulung.
Baju Peranakan juga bisa digunakan untuk menyimpan barang. Penyimpanannya tidak di kantong. Akan tetapi langsung di dalam baju. Caranya dengan menggulung ujung bawa baju peranakan dengan stagen.
Baju Peranakan juga memiliki makna dari sudut pandang istilah. Peranakan maksudnya adalah semua manusia sama. Sama-sama berasal dari rahim ibu. Silsilahnya berujung ke Nabi Adam.
Lantas, para pemakai Baju/Ageman Peranakan merupakan saudara satu sama lain. Satu saudara walau beda ayah-ibu. Inilah makna peranakan.
Baju peranakan kini sudah sangat familiar. Baju Peranakan sudah banyak dipakai oleh para abdi dalem di Keraton Yogyakarta. Ini pakaian khas Jawa Gaya Jogja. Tertarik dengan pakaian khas ini?
Rambeanak, 27 Oktober 2021
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment