Featured Post
- Get link
- Other Apps
Ada Satu Hal yang Terlupa saat Menulis Artikel Ilmiah
Saya merasa kesulitan saat harus menulis artikel ilmiah untuk dipublikasikan di jurnal. Padahal saya sudah sangat terbiasa menulis. Saya berani mengatakan sangat terbiasa karena setiap hari menulis pesan WA. Hahaha, apa mungkin kebiasaan menulis pesan WA dapat menjadi modal untuk menulis jurnal?
Saya jawab, mungkin! Kemungkinan ini bukan gertak sambal atau omong kosong. Kemungkinan ini saya peroleh dari Prof. Dr. Heri Retnawati, M.Pd. Saya mendengar paparan beliau saat mengikuti Workshop Coaching Clinic Artikel Publikasi bagi Mahasiswa UNY yang diselenggarakan oleh Pusat Publikasi dan Berkala Ilmiah LPPM UNY di Hotel UNY, 4-5 Desember 2021.
Prof. Heri memandu peserta dengan penuh kesabaran. Pelatihan ini nyaman diikuti karena penjelasan "cara" menulis jurnal dimulai benar-benar dari "0". Setiap peserta pun diminta untuk saling memahami. Sebab, ada peserta yang mungkin sudah pandai bagaimana cara menulis judul, abstrak, pendahuluan dan metode yang ada dalam artikel.
Saya awalnya cukup grogi berada di forum ini. Forum ini dipenuhi oleh mahasiswa S3 dari berbagai prodi yang ada di UNY. Bahkan sebagian berstatus sebagai dosen. Namun, sekali lagi, pembawaan dan motivasi dari Prof. Heri membuat semangat saya berlipat-lipat.
Prof. Heri mengatakan tulislah artikel dari kejadian atau peristiwa yang ada di sekitar kita. Lakukan saja penelitian kecil-kecilan selama satu minggu ke depan. Lalu tuliskan artikel seperti anda sedang bercerita dengan teman anda.
Menulis artikel ilmiah seperti bercerita dengan teman? Yang benar saja? Ternyata benar, menulis artikel kali ini jadi terasa mudah. Sebab, kesulitan selama ini terletak pada perasaan beban "ilmiah". Ada perasaan bahwa artikel yang dibuat harus ilmiah. Inilah kesulitan yang saya hadapi selama ini. Saya lupa kalau menulis itu tidak perlu dibebani dengan perasaan-perasaan "harus". Harus begini atau harus begitu.
Saya lupa bahwa kalau mau menulis, menulis apapun itu, cukup awali dengan menulis saja. Menulis saja. Biarkan reviewer atau editor yang membetulkan artikel yang kita buat. Kalaupun kita tidak mampu "meng-hire" editor, kita bisa melakukan swa-sunting.
Penyuntingan dapat dilakukan secara mandiri. Lebih baik mendapatkan tulisan apa adanya dan jauh dari "rasa" ilmiah daripada tidak menulis sama sekali karena mendamba pada tulisan yang harus ilmiah. Toh tulisan non-ilmiah dapat diilmiahkan. Tentu dengan catatan. Pengubahan dapat dilakukan selama ada tulisan yang mau diubah. Hahahaha. Jadi, menulislah dulu.
Terima kasih, Prof. Dr. Heri Retnawati, M.Pd.!
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment