Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Wacana Suara Merdeka: Guru Tanpa Tunjangan Profesi

Masa-masa bulan madu guru akan segera berakhir. Tunjangan profesi yang selama ini menjadi kebanggaan sekaligus pembeda, akan dihapus pada 2016. Sesungguhnya tanda-tanda penghapusan itu sudah terbaca. Paling tidak, dalam dua tahun terakhir pencairan tunjangan ini mulai tersendat. Aturan pun diperketat dengan beragam persyaratan, tidak semudah sebelumnya. Seiring dengan itu dimunculkanlah wacana penghapusan. Tahun depan, guru pegawai negeri sipil yang lulus sertifikasi tidak lagi menerima tunjangan profesi. Ini merupakan konsekuensi dari sistem penggajian tunggal yang diberlakukan sama untuk 4,6 juta aparatur sipil negara (ASN), tidak terkecuali 1,7 juta guru.

Dengan sistem gaji tunggal tidak ada tunjangan profesi. Semua ASN menerima gaji dengan tiga komponen, gaji pokok (75 persen), tunjangan kinerja (25 persen), dan tunjangan kemahalan. Gaji pokok berbasis beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan risiko. Sementara pencapaian kinerja berdasarkan penilaian kinerja individu. Tunjangan profesi guru masuk komponen penilaian kinerja. Dengan model penggajian ini, tidak ada lagi pegawai negeri yang gajinya kecil tetapi take home pay besar. Besar-kecilnya gaji bergantung pada beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan risiko, ditambah penilaian kinerja masingmasing individu. Tunjangan profesi guru mengundang polemik. Beranggaran jumbo Rp 80 triliun per tahun, tunjangan ini berpotensi manipulatif. Wacana penghapusan diprotes para guru. Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, tunjangan profesi guru otomatis hilang. Berbeda dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 yakni gaji PNS terdiri dari gaji pokok, kenaikan berkala, kenaikan istimewa, tunjangan, dan honorarium. Pada peraturan lama, sumber penghasilan PNS berbeda-beda, sulit diawasi dan dievaluasi. Tunjangan tidak berbasis kinerja, tetapi dipukul rata. Dengan aturan baru, guru yang bekerja baik akan mendapat tunjangan kinerja lebih.

Sistem dibangun terbuka dan adil dengan penilaian terukur. Siapa yang ingin mendapat take home pay besar, dituntut bekerja keras dan profesional. Namun kebijakan positif ini mematik keresahan di kalangan guru. Tekad pemerintah menghapus tunjangan profesi guru bisa dimaklumi sebagai bagian dari reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja, membangun transparansi dan berkeadilan. Hasil penelitian Bank Dunia menyimpulkan, program sertifikasi tidak memberi pengaruh signifikan terhadap kualitas guru, selain kemakmuran materi. Peningkatan penghasilan tidak memacu kinerja, justru sebaliknya meningkatkan konsumerisme dalam gaya hidup.

11 September 2015 4:12 WIB Category: SmCetak, Tajuk Rencana, Wacana

Comments

Baca Juga