Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Kulkas dan Pergeseran Kebiasaan Manusia


"Ayah, kulkasnya rusak," teriak Rafi, anak saya yang pertama.

Ini adalah teriakan penuh kejutan. Saya memeriksa kulkas tersebut. Ternyata memang rusak. Ini menandakan bahwa saya harus bertindak.

Ada beberapa opsi tindakan. Memperbaiki atau membeli. Keduanya ada "plus-minus". Saya cenderung membeli kulkas baru. Namun yang berbeda model.

Kulkas yang rusak ini termasuk kulkas yang besar. Walau hanya terdiri dari satu pintu. Tapi tingginya sekitar 150 cm.

Saya ingin membeli kulkas yang tidak sebesar dan setinggi ini. Alasannya sederhana. Soal efektifitas dan efisiensi.

Penjelasan soal ini perlu saya awali dengan sebuah cerita. Cerita peradaban umat manusia. Dimana ilmu pengetahuan kita menjelaskan bahwa pada awalnya umat manusia "berburu-meramu" untuk mendapatkan makan.

Peradaban manusia saat "berburu-meramu" hanya "mengizinkan" manusia memakan makanan yang ia temukan. Manusia tidak bisa menyimpan makanan melebihi kemampuannya.

Saya membayangkan manusia zaman itu berburu hewan. Mereka mendapatkan seekor kijang. Maka satu ekor kijang itu harus dimakan sampai habis sebelum membusuk. Karena bagaimanapun, manusia zaman itu tidak bisa melawan makanan yang membusuk. Apalagi mencegah pembusukan. Pada era inilah manusia harus mengelola bahan makanan yang dimiliki seefektif dan seefisien mungkin.

Keadaan berubah saat manusia mengenal api. Manusia menyalakan api dan menggunakannya untuk memasak bahan makanan yang dimiliki. Entah bahan tersebut diperoleh dari berburu, meramu, atau hasil pertanian-peternakannya.

Kemampuan memasak menggunakan api menjadi akselerasi peradaban manusia. Penguasaan api inilah yang mengawali manusia dapat memperpanjang waktu atau daya tahan terhadap makanan. Semisal mendapat buruan hewan Kijang, daging Kijang dapat dimasak untuk disajikan di hari berikutnya. Penguasaan terhadap api membuat manusia bisa mempersiapkan diri bila di kemudian hari tidak menemukan makanan. Caranya dengan "memperpanjang" masa konsumsi makanan.

Teknologi pangan semakin hari semakin maju. Sampai dimana saat ini manusia sangat familier dengan yang namanya kulkas. Kulkas yang suhunya pas dapat membuat bahan makanan dalam keadaan segar. Kemampuan kulkas ini yang secara psikologis membuat manusia berpikir berbeda dari zaman sebelumnya.

Manusia sebelumnya berpikir untuk menyimpan makanan secukupnya. Akan tetapi, manusia kini mulai menyimpan makanan. Makanan yang disimpan melebihi kebutuhannya. Alasannya jelas, makanan bisa disimpan di kulkas. Makanan bisa dimakan di kemudian hari.

Makanya, saya usul. Beli kulkasnya yang kecil saja. Agar makanan tidak mubadzir. Tak jarang makanan disimpan di kulkas dengan alasan dimakan besok. Namun, sampai besok dan besoknya lagi lupa tidak dimakan. Akhirnya membusuk.

Kulkas kecil menjadi pilihan. Karena rumah kami dekat dengan pasar. Dimana bahan makanan segar dapat ditemukan dengan mudah di pasar tersebut. Semoga lebih efektif dan efisien ya.

Comments

Baca Juga