Featured Post
- Get link
- Other Apps
Pembawa Berita Baik di Tengah Kabar Buruk
"Berikan kabar baik atau tidak sama sekali."
Pernahkah kita berhitung, berapa banyak kabar yang kita peroleh setiap harinya? Dari setiap kabar itu, berapa perbandingan jumlah kabar baik dan kabar buruk yang kita peroleh? Lebih banyak mana?
Saya mencoba mencari jawaban perbandingan tersebut. Saya mencarinya dengan melihat portal berita favorit saya, lini masa Facebook, lini masa Instagram, status WA dan beberapa grup WA yang saya ikuti.
Hasilnya, lebih mudah menemukan kabar buruk daripada kabar baik. Semua platform yang saya ikuti menunjukkan kenyataan ini. Di sisi lain, ada yang "men-setting" berita buruk. Netizen menyukai berita buruk.
Kesukaan itulah yang membuat "media" memproduksi berita buruk. Pemberitaan tentang gosip artis lebih diminati netizen. Belum lagi konten "prank". Terakhir kemarin, sebelum ada penangkapan afiliator, konten flexing terbukti diminati. Jadi, "bad news is a good news."
Berita buruk seperti menjadi keharusan. Harus ada. Bila tidak, tak ada yang membaca. Melirik pun tidak. Berita buruk menjadi mainstream. Berita buruk berakhir menjadi biasa-biasa saja.
Keadaan ini melahirkan peluang baru. Pembawa berita baik akan menjadi seseorang luar biasa. Ia membawa nafas baru yang berbeda di tengah gempuran berita buruk.
Maka, benarlah seseorang yang berprinsip selalu berusaha memberikan kabar baik. Jika tidak ada kabar baik, ia lebih memilih diam. Sekarang, kabar baik memang langka. Pembawa kabar baik merupakan seorang yang luar biasa. Mirip seperti kelangkaan minyak goreng. Yang mana semakin langka, harganya semakin luar biasa.
Borobudur, 11 April 2022
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment