Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah seorang Kandidat Doktor di Bidang Pendidikan dan Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Kini sedang menempuh studi doktoral di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tenga...

Belum Terbalas

 Kembali ke 15 menit. Saya menulis kembali. Menulis dalam kurun waktu terbatas. Cukup 15 menit.

Tulisan kali ini kembali berasal dari pengalaman. Hal ini terjadi dari apa yang saya alami. Beberapa hari terakhir ini situasi penat kembali terjadi di HP saya.

Ada banyak pesan WA yang belum terbalas. Sekitar 45 percakapan pribadi belum dibuka. Otomatis semuanya belum terbalas.

Ini menjadi tantangan tersendiri. Apalagi kita hidup di era seperti sekarang ini. Centang dua dan biru menjadi tanda suatu kepastian. Bahkan simbol centang ini menjadi jalan menuju "peradilan" persepsi.

Umumnya, orang berpandangan bahwa mereka sangat dihargai. Terutama jika ada pesan mereka terbalas dengan cepat. Apa yang meraka tanyakan segera mendapatkan jawaban. Hal-hal yang disampaikan memperoleh respon.

Situasi seperti itu memang tidak berpihak padaku. Beberapa hari ini banyak sekali kegiatan. Hal-hal yang terjadi di sekitar membutuhkan perhatian. Kebutuhan akan perhatian itu melebihi waktu yang tersedia.

Saya kira wajar jika muncul pembelaan seperti ini. Akan tetapi, tetap saja tidak menghilangkan rasa bersalah. Perasaan itu semakin berlipat ketika bertemu dengan orang yang bertemu kita. Berjumpa sembari bertanya, "kok ra bales WA-ku to, mas?" Ini situasi yang benar-benar menyulitkan.

Lalu apa yang bisa dipelajari dari kejadian ini? Saya kini memiliki pemikiran bahwa membalas pesan WA merupakan suatu kewajiban. Entah pesan itu akan terbalas kapan. Yang penting kita memberikan respon atas apa yang disampaikan orang lain.

Saya selanjutnya akan melakukan langkah-langkah agar pesan ini tidak menumpuk. Apa yang muncul di WA perlu dipilah. Saya memanfaatkan menu pengelompokkan chat. Disitu kita dapat memeriksa pesan yang masuk dari japrian atau chat grup yang sejenis. Ini meringankan kita dalam berpikir. Saya mengetahui apa yang akan dibahas oleh orang yang mengirimkan pesan tersebut.

Bila ada percakapan yang dirasa sudah selesai, saya akan memilih pesan-pesan yang belum terbuka, kemudian menandainya dengan "sudah dibaca". Pesan yang bisa ditandai sudah dibaca seperti ini contohnya: pesan, ya, oke, nggih, siap, dll.

Jika ada kesempatan, pesan yang sudah terbaca sekali, langsung dibalas. Ini meminimalisir terjadinya pesan yang menumpuk. Ini diprioritaskan pada pesan-pesan yang jawabannya "gak perlu" mikir.

Ada juga tips yang saya lakukan. Terutama jika jempol ini malas mengetik. Saya akan membalas pesan tersebut dengan "voice note". Saya kira ini memudahkan kita membalas. Alasannya karena kemampuan mata berkurang. Mata semakin mudah lelah. Apalagi ketika seharian sudah menatap laptop ketika menyelesaikan berbagai tugas.

Yuk kita coba.


Borobudur, 15 Juli 2025

Comments

Baca Juga