Tayangan Aiman di Kompas TV malam ini menarik (04/05/2020). Aiman untuk pertama kali mewawancarai Duta Besar Indonesia untuk Korea Utara. Wawancara ini dilakukan dari dua tempat berbeda. Dubes Indonesia untuk Korut live di Pyongyang, sedangkan Aiman di Studio Kompas TV Jakarta.
Wawancaranya menarik. Ketertarikan saya tertuju pada cara Dubes Indonesia untuk Korea Utara, Berlian Napitupulu atas pertanyaan-pertanyaan Aiman. Jawabannya sangat formal dan rigid. Semua jawabannya bersumber dari pemberitaan resmi pemerintah Korea Utara.
Contoh jawaban-jawaban itu ada pada dua pertanyaan yang berkesan bagi saya. Pertama, tentang kesehatan Pemimpin tertinggi Kim Jong Un yang beberapa waktu yang lalu sempat "menghilang". Kedua, tentang kondisi Korea Utara ketika Covid-19 melanda dunia.
Pertanyaan pertama tentang kondisi kesehatan Kim Jong Un, sang Dubes menjawab bahwa kesehatan Kim Jong Un baik-baik saja. Kim Jong Un telah tampil di publik dengan keadaan sehat dan dapat berdiri serta berjalan tanpa bantuan. Isi jawaban ini sama seperti pemberitaan di media online terpercaya. Kesamaan jawaban Dubes dan media online disebabkan karena berasal dari sumber yang sama, yaitu berita resmi dari pemerintah Korea Utara.
Seperti yang diduga, jawaban pertanyaan kedua juga sama dengan keterangan resmi dari pemerintah Korea Utara. Sebelumnya diberitakan bahwa Korea Utara menjadi negara yang bebas dari pandemi Covid-19. Pada wawancara ini Dubes Indonesia untuk Korea Utara juga menegaskan bahwa bila merujuk dari keterangan resmi Pemerintah Korea Utara, di Korea Utara tidak ada satupun orang yang positif Corona.
Luar biasa pikirku. Reaksi Aiman yang seolah tidak percaya mewakili pikiranku. Reaksi ini menyulut tambahan keterangan dari Dubes Indonesia untuk Korea Utara ketika acara akan segera diakhiri.
Keterangan yang berisi pembelaan itu berisi sebab mengapa Korea Utara tidak terjangkit Covid-19. Dubes Indonesia untuk Korea Utara mengatakan bahwa Pemerintah Korea Utara sejak akhir Januari telah ada upaya melindungi warganya dengan menutup perbatasan dan menghentikan transportasi umum.
Dari wawancara di atas, kita dapat belajar. Bahwa ada enaknya juga lho menyampaikan jawaban berdasarkan berita atau keterangan resmi. Keterangan resmi ini lebih pasti karena tidak bercampur asumsi dan penafsiran pribadi. Seperti yang kita ketahui, asumsi dan penafsiran lah yang sering menimbulkan kegaduhan.
Lihat saja di media-media kita. "Ujug-ujug" muncul seorang dengan sebutan "pengamat", "ahli", atau "pemimpin ormas atau komunitas" yang sebelumnya tidak pernah kita dengar namanya. Dari "keahlian" dan "pengamatannya" tak jarang timbul tafsir-tafsir atau asumsi baru yang membuat gaduh. Padahal di tengah pandemi ini kita perlu ketenangan hati, jiwa dan pikiran.
Belum lagi tafsiran dan asumsi yang muncul itu diiringi dengan hoaks. Hoaks yang entah berasal dari mana itu memperparah kondisi kejiwaan kita. Yah, di satu sisi dari wawancara itu kita bisa merasakan betapa nyamannya kalau apa yang kita sampaikan adalah sesuatu yang resmi dan berasal dari otoritas yang terpercaya. Oh iya, Soal sikap warga negara yang harus kritis, itu soal lain.
Comments
Post a Comment