Sore ini salah satu grup trainer Microsoft riuh karena adanya "diskusi" yang dilakukan oleh trainer. Ini adalah grup trainer baru yang mana isinya adalah trainer microsoft yang sebenarnya statusnya masih "calon trainer." Karena mereka belum mendapatkan pengumuman kelulusan TOT Guru Inovatif.
Uniknya, ada salah satu trainer yang getol memojokkan Microsoft. Caranya dengan memperbandingkan penggunaan produk Microsoft Teams dengan platform pendidikan lain. Katanya Microsoft Teams lebih ribet, berat di HP dan tidak bisa digunakan oleh semua siswa.
Awalnya saya tidak mau terlibat dengan perdebatan itu. Namun, saya tergelitik untuk ikut nimbrung dengan cara ikut berkomentar. Karena saya melihat ada sesuatu yang janggal. "Trainer" ini tidak mau menyarankan rekan guru yang lain dan siswanya untuk menggunakan produk Microsoft.
Misalnya ketika ia mengenalkan Kaizala. Ia akhirnya tidak menggunakan Kaizala hanya karena siswa-siswanya tidak pakai. Padahal ia sebagai seorang guru memiliki berbagai macam trik agar Kaizala bisa digunakan oleh siswanya. Ditambah lagi statusnya sebagai "trainer" harusnya lebih punya keinginan yang lebih dibanding siswa atau guru yang lain.
Inti komentar saya ketika ikut nimbrung di diskusi WA grup ini hanya meminta keberpihakan para "trainer." Sebagai seorang "trainer Microsoft" harusnya berpihak pada Microsoft. Kalau toh mungkin ia belum bisa mengubah satu sekolah, ia bisa menggunakan produk Microsoft untuk dirinya sendiri. Setelah ia memakai, ia akan mengetahui seluk beluk aplikasi buatan Microsoft. Akhirnya akan diketahui letak keunggulan aplikasi Microsoft itu. Lha nyoba aja belum, kok udah memperbandingkan dengan yang lain? memojokkan pula.
Aneh, seorang trainer Microsoft itu harusnya sudah sampai tahap kontribusi. Trainer harus mampu berkontribusi dengan cara memberikan solusi terhadap masalah yang ada. Namun saya ingat sebuah konsep tentang tahapan kontribusi. Kontribusi tidak akan terjadi bila belum mencapai tahap partisipasi dan afiliasi.
Susah mau kontribusi kalau afiliasi di dalam otaknya cenderung ke produk yang lain. Susah lagi kalau mau kontribusi kalau partisipasi dengan cara menggunakan aplikasi Microsoft saja tidak mau hanya karena alasan pihak luar tidak ada yang pakai. Ya, ini jadi evaluasi saya sebagai Master Trainer.
Ternyata saya sebagai Master Trainer Microsoft tidak boleh hanya menyetak trainer yang pandai dengan kompetensi dan kemampuan segudang. Akan tetapi saya harus bisa mengubah "mindset" seseorang memiliki mental trainer yang sebenar-benarnya. Mindset ini penting untuk menciptakan afiliasi-keberpihakan, sebelum berpartisipasi dan berkontribusi ke dunia pendidikan menggunakan produk Microsoft.
Oh iya, ada yang menganggap kalau pembelaan saya di grup tersebut seperti seorang petugas marketing. Yah, saya jawab saja enteng. Kalau marketing itu mencari profit. Sedangkan saya mengenalkan dan mengajak orang menggunakan teknologi Microsoft untuk pembelajaran saya usahakan untuk niat beribadah. Beribadah dalam rangka memudahkan rekan guru lain dalam menjalankan tugasnya. Terutama tugasnya ketika harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh seperti saat ini.
Jumat, 24 Juli 2020
Rahma Huda Putranto, Microsoft Innovative Educator Master Trainer
Comments
Post a Comment