Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Ramadhan Idul Fitri Tetap Seronok!

TEPAT satu bulan lalu kami berlima belas berangkat ke Malaysia untuk mengikuti program Praktik Pengalaman Lapangan Antar Bangsa (PPL AB). PPL AB merupakan program praktik mengajar di sekolah Malaysia hasil kerja sama Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan Universiti Pendidikan Sultan Idris Malaysia. Program ini berlangsung dari 8 Juli sampai 5 September 2013. Oleh karenanya, Ramadhan dan Idul Fitri kami lalui di Malaysia.

Kelima belas peserta PPL AB tidak tinggal di satu tempat, akan tetapi tinggal di kolej (asrama) sekolah masing-masing. Ada yang di daerah Tanjong Malim, Rawang, Slim River, dan  Trolak. Jarak antardaerah tersebut cukup jauh. Sehingga kami jarang bertemu. Baru setelah cuti hari raya kami dikumpulkan menjadi satu lagi di Kolej UPSI Tanjung Malim.

Lain Ladang Lain belalang, itulah peribahasa yang dapat mewakili suasana Ramadhan dan lebaran yang kami alami tahun ini. Banyak pengalaman baru yang kami dapatkan. Pengalaman yang membuat Ramadhan dan Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Kalau di rumah, ketika sahur tiba biasanya makanan dan minuman sudah disiapkan oleh orangtua kami di atas meja. Namun di sini kami harus berjalan jauh untuk mendapatkan makanan untuk sahur. Bahkan sering kali kami tidak makan sahur, entah karena ketiduran atau belum terlalu “doyan” makanan Malaysia.

Aktivitas PPL di sekolah di siang hari menambah kenikmatan berpuasa kami. Kami harus beradaptasi dengan murid dan guru yang berasal dari etnis Melayu, China, dan India. Budaya dan bahasa yang digunakan berbeda. Bahasa menjadi kendala utama. Padahal bahasa menjadi faktor penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Sebagian siswa di Sekolah Rendah (Sekolah Dasar) hanya paham dengan bahasa ibu. Mau tidak mau peserta PPL antar bangsa yang bertugas di sekolah rendah harus berlatih menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Melayu, China dan India. Karena ketika bahasa yang digunakan tidak dimengerti oleh murid, murid akan merasa bosan kemudian bermain sendiri. Ada yang berlari-lari, mengganggu teman di sampingnya. Imbasnya adalah pengondisian kelas dan pencapaian tujuan pembelajaran gagal.

Kami menjalani ibadah puasa selama 14 jam, dari pukul 5.30 pagi hingga 7.30 malam. Beberapa dari kami sering berbuka dengan mencari morey. Morey adalah makanan yang disediakan di masjid atau surau untuk orang yang berbuka puasa. Masyarakat Indonesia sering menyebutnya Takjil. Untuk mendapatkan morey ini tak jarang kami berpindah dari masjid ke masjid yang jaraknya cukup jauh dari asrama.

Terdapat hikmah dari seringnya kami berpindah tempat berbuka puasa, kami mendapatkan banyak kenalan baru. Terutama orang-orang Indonesia yang bekerja di malaysia dan warga negara malaysia keturunan Indonesia. Bahkan kami sering diajak mampir ke rumah mereka.

Menyambut Hari Raya
 
Ketika sekolah memasuki cuti hari raya, peserta PPL AB yang bertugas di berbagai daerah dikumpulkan di Kolej UPSI Seri Harmoni (Asrama Mahasiswa). Selama cuti lebaran banyak mahasiswa UPSI yang pulang kampung, sehingga kolej terasa sangat sepi. Kesepian ini semakin terasa ketika malam Idul Fitri.

Kegiatan malam takbiran di Indonesia biasa diisi dengan konvoi kendaraan bermotor dan rombongan anak-anak kecil membawa oncor-lampion berkeliling desa sambil bertakbir. Suara takbir banyak terdengar dari rombongan di jalanan maupun dari speaker-speaker masjid. Sesekali terdengar bunyi mercon. Sehingga kesan malam takbiran di Indonesia terasa sangat meriah.

Namun itu semua tidak kami rasakan di sini. Kami merasa sepi. Karena hanya kami berlima belas yang masih tinggal di asrama. Tak ada suara takbir dan mercon. Yang ada hanya keheningan malam. Ketika melongok keluar, yang ada hanyalah jalanan lengang, gelap dan kosong tak ada kendaraan. Kami berusaha memecah keheningan malam dengan mengumandangkan lafal takbir bersama. Takbiran dalam suasana penuh keheningan seperti inilah yang membuat takbir dan tahlil yang kami lantunkan terasa sangat khusyuk.
 
Idul Fitri tetap seronok
 
Untuk menunaikan salat Idul Fitri, kami diantar bus UPSI menuju Masjid Jamik Tanjong Malim yang berjarak sekira 8 km dari kolej kami. Tak ada di antara kami yang memakai baju baru. Boro-boro baju baru, penulis dan salah satu teman malah kehilangan celana panjang dan kaos saat menjemurnya di depan kamar asrama.

Sesampainya di Masjid, tak ada seorang pun yang kami kenal. Jamaah datang berombongan dengan keluarganya masing-masing. Melihat suasana itu, rasa rindu keluarga di rumah semakin terasa. Kejadian ini membuat kami sadar, ternyata momen lebaran ketika semua anggota keluarga berkumpul adalah saat-saat yang berharga.

Setelah salat Idul Fitri ada pesan singkat yang masuk ke HP penulis. Pesan singkat yang berisi undangan untuk merayakan hari raya bersama dengan sebuah keluarga orang Indonesia. Kebetulan rumah beliau tak begitu jauh dari masjid tempat kami Salat Id.

Kami mendapatkan sambutan yang penuh suka cita ketika sampai di rumah keluarga tersebut. Kami sangat terharu. Keluarga tersebut menganggap kami semua seperti anaknya sendiri. Suka cita semakin terasa ketika keluarga tersebut telah mempersiapkan hidangan makanan khas Indonesia. Ada tempe, opor ayam, sayur gori dan ketupat. Kehangatan inilah yang menjadi pengobat kerinduan kami. Ya, Ramadhan dan Idul Fitri kami tetap seronok!

Taqaballahu minna wa minkum. Minal aidzin wal faidzin. mohon maaf lahir dan batin. Selamat hari raya Idul Fitri kami sampaikan dari Tanjung Malim, Perak Darul Ridzuan, Malaysia.

*Seronok adalah bahasa Malaysia yang artinya senang/ bahagia.

Berita kiriman:
Rahma Huda Putranto
Mahasiswa PGSD FIP Unnes
Koordinator PPL Antarbangsa Indonesia-Malaysia Unnes 2013

Artikel ini juga dimuat di: http://kampus.okezone.com/read/2013/08/15/373/849828/ramadhan-idul-fitri-tetap-seronok

Comments

Baca Juga