Featured Post
- Get link
- Other Apps
Menjadi Luar Biasa
Berapa banyak hal yang kau hadapi saat ini? Ini pertanyaan yang klise. Sepanjang sejarah umat manusia, manusia pasti menemui banyak kenyataan kompleks. Kebanyakan menyerah dengan keadaan. Hal-hal yang dihadapinya tidak dapat terselesaikan dengan tuntas. Walau begitu, ada juga segelintir manusia yang berhasil menunaikan semua tuntutan perannya. Apa rahasianya?
Saya merasakan intensitas pekerjaan meningkat semenjak bulan Juli. Saya waktu itu mendapatkan amanah untuk menjadi Guru Pamong dalam Program PPG Dalam Jabatan Universitas Negeri Semarang. Ada tuntutan baru yang sudah lama tidak saya lakukan. Yaitu melakukan aktivitas video conference hampir satu hari penuh. Aktivitas seperti ini terakhir kali saya lakukan saat pandemi Covid-19 merajalela.
Program PPG kali ini berbeda. Banyak hal baru yang harus saya pelajarai dan kuasai dalam waktu singkat. Pola program berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ditambah adanya kurikulum baru, yaitu kurikulum merdeka.
Pola baru ini membuat kegiatan yang perlu dilakukan terkesan mendadak. Agenda atau materi besok pagi baru diinfokan semalam sebelumnya. Bahkan beberapa kali, materi yang perlu disampaikan baru diperoleh di pagi hari di hari yang sama.
PPG berakhir. Menyisakan setumpuk tanggung jawab yang harus diselesaikan. Saya terhenyak ketika ada himbauan untuk membayar SPP. Saya tinggal mengambil mata kuliah tugas akhir. Saya mengira hanya dikenakan biaya separuhnya. Namun, ternyata pascasarjana UNY memiliki kebijakan lain. Berbeda dengan kampus tempat saya kuliah sebelumnya.
Biaya ini mau tidak mau saya bayar. Penuh. Tahu gini, waktu saya tidak saya berikan penuh untuk program PPG. Saya tetap mengerjakan tugas akhir dan target ikut wisuda bulan Agustus.
Solusi muncul. Saya pun mengerjakan tugas akhir dengan sangat-sangat ngebut. Alhamdulillah di antara teman satu angkatan, saya mahasiswa pertama yang menjalani ujian tugas akhir. Saya kemudian mendapatkan kesempatan untuk segera yudisium. Terhindar dari membayar SPP penuh kembali.
Tantangan muncul kembali, uji turnitin masih jauh dari harapan. Persentasenya masih jauh di ambang toleransi kampus. Saya pernah "ngedur", meluangkan waktu sepuluh hari penuh untuk merevisi. Hasilnya turun dengan signifikan. Tapi sampai saat ini belum saya sentuh kembali. Saya merasa membutuhkan waktu untuk "mengasah gergaji". Sebab, merevisi terus-menerus selama sepuluh hari sepuluh malam tidak menurunkan hasil uji turnitin secara signifikan.
Tengah-tengah itu semua, tahapan guru penggerak bergulir kembali. Mau tidak mau, saya harus terlibat langsung dalam penyiapan lokakarya 7. Tajuknya adalah panen raya. Formatnya seperti pameran. Ada eksibisi. Saya perlu menyiapakan dekorasi. Sewalah ke tukang dekor. Harapannya agar bisa tidur nyenyak di rumah.
Hanya saja keadaan berkata lain. Rekan-rekan seolah khawatir. Kenapa tukang dekornya tidak segera datang. Pun ada argumentasi untuk melihat hasil dekorasinya. Setelah itu kita mencoba untuk memberikan tambahan. Yaaa, mau tidak mau, akhirnya kita menunggu tukang dekor ini datang. Menunggui sampai malam.
Kesibukan baru muncul kembali. Saya mendapatkan amanah menjadi ketua salah satu organisasi kepemudaan. Cuma di tingkatan kecamatan sih ya. Tapi ini sangat menentukan. Banyak tantangan dan harapan yang harus dipenuhi. Belum lagi adanya tantangan untuk mengumpulkan kader yang sempat tercerai-berai karena pandemi.
Pernah Mengalami Hal Serupa
Saya sebenarnya pernah mengalami kesibukan yang lebih sibuk. Semuanya berjalan lancar. Tapi ada satu hal yang mendominasi hati dan pikiran saya. Yang intinya, semuanya menawarkan tentang keraguan. Ragu untuk melangkah. Merasa tidak mampu. Bahkan kemudian menjadi kambing hitam dengan menyalahkan diri sendiri.
Haenim Sunim mengatakan yang kurang lebih seperti ini. Sesibuk dan secepat apapun dunia ini bergerak, semuanya tergantung diri kita masing-masing. Ketika hati ini merasa berjalan pelan, dunia pun berjalan pelan. Semua tergantung pengondisian dalam hati.
Otak manusia pun memiliki keterbatasan. Otak manusia perlu dikuantitatifkan. Kata "banyak" pekerjaan itu perlu diurai secara rinci. Ada pekerjaan apa saja. Mana yang harus dikerjakan lebih dulu. Seberapa waktu yang perlu disiapkan. Dan siapa yang perlu membantu. Semuanya membutuhkan ketepatan. Bahkan keberanian untuk menginventarisir.
Keterbatasan manusia dalam mengingat dapat diringankan dengan bantuan alat pencatat. Hal tersebut dapat berupa pena dan kertas atau gawai. Semuanya perlu digunakan. Optimalisasi penggunaannya dapat meringkankan beban yang "banyak" itu. Kemudian kita pilah dan pilih. Mana yang perlu didahulukan.
Menyerah dan Menjadi Biasa Saja
Pilihan tindakan manusia dalam menghadapi masalah hanya ada dua, yaitu hadapi atau lari. Saya membayangkan kalau lari dari berbagai tantangan ini. Hasilnya mungkin akan "ayem". Hati ini tidak merasakan gundah gulana. Sayangnya, perasaan ini hanya muncul sebentar. Setelah sekian lama, akan muncul perasaan kecewa. "Kenapa ya waktu itu saya tidak menghadapi berbagai tantangan itu. Padahal semuanya bisa aku hadapi?" Ditambah, "wah, pasti rasanya puas banget kalau semua itu bisa aku hadapi!"
Tantangan yang banyak seperti di atas memang tidak biasa. Maka ini menjadi jalan untuk keluar dari pilihan yang biasa-biasa saja. Bagi kita yang menginginkan hal di luar kebiasaan, dalam arti menjadi luar biasa, menghadapi berbagai tantangan di atas merupakan suatu keniscayaan.
Orang yang luar biasa tidak akan muncul dari keadaan yang biasa-biasa saja. Kapal yang tangguh tidak muncul dari lautan yang tenang. Kapal ini membutuhkan gelombang besar. Untuk membuktikan kemampuan dan menjadi luar biasa.
Tetaplah semangat. Jadilah kapal yang berani menghadapi kerasnya gelombang!
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment