Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Wong Cilik Mabuk, Mesakke (Orang Kecil Mabuk, Kasihan)

Hari ini saya bersama ibu berkunjung ke toko komputer yang cukup terkenal di Magelang. Ini tempat favorit bagi orang-orang yang membutuhkan segala sesuatu tentang komputer. Lokasi toko yang strategis menjadi keunggulan toko ini.

Cerita ini berawal ketika saya masuk dan memarkirkan mobil di depan toko komputer ini. Kelakuan tukang parkir tidak seperti biasanya. Ia memberi aba-aba ke saya dengan cara berteriak-teriak.

Nada penyambutannya pun tidak seperti biasa. Tanpa senyum dia meminta saya cuci tangan -- ini dilakukan karena protokol kesehatan ketika corona. Aneh pikirku.

Setelah keperluanku membeli barang selesai, saya kembali ke mobil. Ibu saya tidak ikut masuk ke toko komputer karena maskernya saya pinjam. Kami pun memundurkan mobil menuju jalan raya.

Tukang parkir ini melakukan beberapa hal yang tidak wajar. Masih saja teriak-teriak. Cara berdirinya pun tidak tegap. Jalannya sempoyongan.

Di dalam mobil aku bilang "Wah mabuk ini orang."

Ibuku membenarkan. Karena selama ia menungguiku berbelanja, ibuku melihat tukang parkir ini muntah-muntah. Oh ya, pantes teriak-teriak tidak karuan.

Komentar ibuku yang membuatku terkejut. Ibuku hanya berkata satu kalimat.

"Wah, mesakke ya wong cilik kok mabuk barang," katanya dengan nada mengeluh.

Wong Cilik dan Mabuk
Wong cilik yang dimaksud di atas tentu adalah si tukang parkir. Tidak mungkin ia mau menjadi tukang parkir kalau memiliki harta layaknya "wong gedhe." Kalau ia "wong gedhe" tentu tidak mau berpanas-panasan jadi tukang parkir.

Wong cilik yang dimaksud disini diartikan sebagai seseorang yang penghasilannya berada di bawah golongan menengah. Yang mungkin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makan serta memenuhi kebutuhan keluarganya masih saja kerepotan.

Terbayang keadaan yang serba kekurangan itu, wajar kalau ibuku merasa kasihan.

"Dah gak punya uang, kebutuhan tidak tercukupi. Kok malah mabuk," pikirku menyambung rasa kasihan itu.

Sebenarnya untuk apa coba mabuk-mabukan. Uang yang digunakan untuk beli minuman bisa digunakan untuk yang lain. Seperti membeli makanan atau memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.

Belum lagi ketika ia mabuk, pekerjaanya pasti tidak terselesaikan dengan baik. Memberikan aba-aba pun bisa tidak jelas. Belum lagi pengguna jasa parkir yang merasa dibentak-bentak dan tidak nyaman.

Efek mabuk dalam jangka panjang bisa lebih merugikan. Mabuk bisa merusak sistem kerja otak. Bahkan merusak organ-organ pencernaan.

Minuman memabukkan yang ditelan wong cilik pun membuat kita kasihan lagi. Minuman yang ditelan biasanya sejenis oplosan yang tidak memiliki standar baku. Sudah banyak berita yang menyiarkan kematian orang yang "mendem" oplosan. Sampai-sampai ada lagu dangdutnya juga --hahaha.

Ya inti tulisan ini, jangan mabuk. Kasihan diri kita sendiri. Kasihan juga keluarga terdekat. Belum lagi kasihan kalau orang lain yang tidak mabuk menjadi korban orang mabuk. Karena orang mabuk sering kehilangan kendali diri. Jangan mabuk ya. Entah mabuk minuman, entah mabuk cinta.

Rahma Huda Putranto
Rambeanak, 23 Juni 2020

Comments

Baca Juga