Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Cerita Gus Baha' Menuruti Keinginan Anak


Gus Baha' bercerita tentang orang tua yang curhat kalau anaknya sulit di atur. Cerita ini beliau sampaikan di acara Narasi TV. Beliau bercerita di hadapan Najwa Shihab, Quraish Shihab dan tiga orang cucunya.

Cerita Gus Baha' ini membahas tentang anak yang tidak "nurut" dengan orang tuanya. Orang tuanya bercerita kalau anaknya lebih senang bersama teman-temannya. Mereka berkumpul dan sering naik motor bersama. Orang tua mencoba untuk menasihati anaknya. Tapi sang anak lebih menurut dengan apa yang menjadi kehendak "geng motornya".

Gus Baha juga menceritakan kalau orang tua ini ternyata melarang si anak memiliki motor. Padahal si anak ingin sekali memiliki motor. Keinginannya memiliki motor, membuatnya sering berkumpul dengan teman-temannya yang memiliki motor.

Cerita orang tua ini disambut dengan pengalaman pribadi Gus Baha'. Gus Baha' juga memiliki anak. Si anak dulunya juga sering berkunjung ke tetangganya. Tujuannya ingin menonton TV. Maklum, di rumah tidak ada TV.

Maka Gus Baha' pun membelikan TV. Rumah Gus Baha' kini tersedia TV. Dimana TV ini membuat anak Gus Baha' tidak lagi menonton TV di rumah tetangga.

Gus Baha' memiliki argumentasinya terkait penyediaan TV di rumah. Keberadaan TV di rumah membuat Gus Baha' leluasa dalam mengawasi putra-putrinya. Ia tahu apa yang ditonton. Berbeda ketika masih "numpang" di rumah tetangga. Gus Baha' tidak tahu apa yang disaksikan oleh anak-anaknya.

Kembali ke cerita terkait masalah yang disampaikan oleh orang tua kepada Gus Baha'. Gus Baha' pun meminta si orang tua untuk membelikan motor anaknya. Tujuannya agar si anak tidak sering pergi bersama temannya yang memiliki motor.

Sebab, Gus Baha' sadar kalau si anak akan lebih tergantung kepada temannya. Entah teman yang memiliki motor atau TV itu. Si anak pasti akan lebih menuruti keinginan teman-temannya. Secara lebih ekstrem, saya berani mengatakan kalau si anak "berhutang" kepada tetangga atau teman yang memiliki motor dan TV. Maka, wajar saja jika si anak lebih mendengarkan kata-kata temannya daripada orang tuanya.

Untuk menetralisir situasi tersebut, orang tua ternyata perlu "menuruti" keinginan anak. Tentu dalam batas kewajaran. Batas kewajaran ini hanya bisa diukur oleh si orang tua. Batas kewajaran ini pun bisa ditegakkan ketika "hal yang diinginkan" anak berada di jangkauan orang tua.

Disini saya belajar, ternyata melarang-larang anak itu tidak selalu benar. Terkadang perlu menuruti apa keinginan anak. Harapannya, agar tercipta rasa ketergantungan anak dengan kita sebagai orang tua. Jangan sampai anak kita lebih "nurut" dengan orang lain. Hanya karena orang lain dapat "memenuhi" apa yang diinginkan si anak.


Borobudur, 19 Februari 2023

Comments

Baca Juga