Featured Post
- Get link
- Other Apps
Perlakuan Diskriminatif bagi Penyintas Covid-19?
Saya mengalami sendiri perlakuan berbeda dari masyarakat. Tetangga saya masih sangat menjaga jarak dengan saya. Sementara itu, keluarga saya juga masih diperlakukan sama. Sama-sama "dijauhi".
Sebenarnya "jauh" dalam arti menjaga jarak sangatlah bagus. Persebaran virus dapat ditekan. Sebab dengan menjaga jarak aman, penularan virus dapat diminimalisir.
Tulisan ini selanjutnya berisi sebuah cerita. Cerita ini berdasarkan salah satu pengalaman yang istimewa. Kejadian ini terjadi pada hari ketiga setelah saya selesai isolasi mandiri. Saya saat itu "berolahraga" jalan pagi.
Sepulangnya jalan pagi, saya bertemu seorang ibu. Ibu ini dikenal sangat ramah. Keluarga ibu ini cukup dekat dengan keluarga kami. Seperti biasa, ibu ini langsung mengajak saya bicara. Obrolan yang penuh keramahtamahan ini terjadi di samping rumahnya.
Ibu yang mencegat saya ketika berjalan ini menanyakan kondisi ibu saya. Saya ceritakan kalau ibu sudah membaik. Ibu saya sudah tidak bergejala kembali.
Saat saya belum sepenuhnya menjawab pertanyaan ibu ini, suaminya sudah memberikan kode keras. Suaminya bilang "ssst... Sssstt". Isyarat ini dilontarkannya dari pintu masuk rumahnya. Jarak pintu dengan tempat saya mengobrol tidak ada sepuluh meter. Wajar saja kalau saya mendengar isyarat itu dengan jelas. Bahkan isyarat itu ia berikan kepada istrinya berulang kali.
Saya yang melihat dan mendengar isyarat itu pun dapat memahami situasi. Saya yakin suaminya tidak ingin istrinya mengobrol dengan saya. Saya pun mengakhiri obrolan itu. Saya katakan juga kalau itu Pak XXX sudah "sat-set-sat-set". Saya pun melenggang melanjutkan jalan pagi. Saya berjalan menuju ke rumah.
Memaknai dengan Positif
Saya sambil berjalan ke rumah memikirkan kejadian ini. Saya mencoba untuk memikirkan posisi saya dalam kejadian tersebut. Saya berada pada posisi sebagai penyintas Covid-19. Sedangkan keluarga yang "sat-set" tadi keluarga yang memang menjaga protokol kesehatan. Bahkan semenjak satu setengah tahun yang lalu tetangga saya ini sudah sangat tertib.
Saya merenungi kejadian ini. Saya menaruh hormat kepada keluarga tersebut. Walaupun cara memberikan "kodenya" bikin perut saya "mules".
Saya ingat kembali bahwa respon/perkataan/tindakan orang lain berada di luar lingkaran kendali. Saya tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan/lakukan. Saya hanya bisa memberikan respon terbaik atas tindakan itu.
Saya berkesimpulan bahwa apa yang terjadi memang yang terbaik. Masyarakat masih butuh waktu untuk "bergaul" dengan penyintas Covid-19. Mungkin sebagian masyarakat ingin memastikan kalau saya sudah benar-benar tidak sakit. Saya sudah benar-benar bersih dan negatif Covid-19.
Cerita pertemuan dengan masyarakat yang belum pernah terkena Covid-19 berbeda ketika bertemu dengan sesama penyintas Covid-19. Sesama penyintas Covid-19 lebih bisa saling menerima satu sama lain. Cerita pertemuan dengan sesama penyintas Covid-19 akan saya urai di tulisan selanjutnya.
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment