Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Pengalaman, Tantangan Pendidikan, dan Pemahaman Baru tentang Sekolah


"Succes is not destination, succes is a journey" (Drs. Gatot Bambang Hastowo, M.Pd. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah)

Drs. Gatot Bambang Hastowo, M.Pd. selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah menceritakan pengalamannya ketika bepergian ke luar negeri. Cerita ini disampaikan ketika memberikan sambutan dalam kegiatan seminar nasional di BPTIK Dikbud Jawa Tengah pada Rabu, 5 September 2018. Cerita ini disampaikan dengan nada bicara yang lembut dan berwibawa.

Cerita beliau berawal ketika mengunjungi kota Queensland beberapa waktu yang lalu. Queensland adalah  salah satu  kota di Australia. Perjalanan beliau di Queensland ditemani oleh seorang teman. Beliau dan temannya ada agenda rapat di sebuah kantor yang ada di Queensland. Teman beliau menceritakan bahwa mobil tidak diperkenankan parkir di area kantor. Oleh karenanya setiap pengunjung kantor itu harus parkir di tempat parkir umum (public parking lot).

Teman Pak Gatot bercerita bahwa ia telah mem"booking" salah satu bagian di parkir umum sejak tadi malam. Ia kemudian menceritakan bagaimana ia memesan tempat parkir sampai cara pembayarannya.  Pemesanan tempat parkir umum ini dilakukan melalui aplikasi yang terinstall di smartphone. Terpampang jelas jadwal kapan ia harus parkir dan nomor tempat parkir. Selain itu aplikasi ini juga memproduksi barcode unik untuk setiap pemesanan parkir.

Pak Gatot menceritakan bahwa tempat parkir umum ini tidak ada petugas jaga. Baik di pintu masuk maupun di area parkir. Semuanya telah terotomasi melalui aplikasi yang terinstall di smartphone. Teman pak Gatot ketika di depan pintu masuk menunjukkan barcode pemesanan tempat parkir di barcode reader yang ada di depan pintu masuk. Pintu masuk seketika membuka secara otomatis.

Parkir umum di Queensland ini tidak menyediakan orang yang bertugas sebagai tukang parkir. Sehingga Pak Gatot beserta temannya mencari nomor tempat parkir tanpa bantuan siapapun. Betul saja, nomor tempat parkir yang telah dipesan masih kosong. Biaya parkir disini cukup murah apabila dihitung dengan mata uang dollar Australia dan kenyamanan yang diperoleh. Tarif parkirnya sebesar lima dollar untuk satu jam pertama. Jam kedua dan selanjutnya dikenai banderol 2,5 dollar. Tarif ini dipotong secara langsung dari rekening pemakai jasa parkir ketika keluar dari parkir umum. Teman Pak Gatot keluar dari tempat parkir umum ini setelah menunjukkan barcode pemesanan di pintu keluar. Saat itu juga uang dari rekening terpotong sesuai dengan lamanya ia menggunakan jasa parkir.

Tantangan
Cerita di atas kemudian dilanjutkan dengan analisis tantangan yang ada di era masa kini. Menurut Gatot tantangan tersebut ada tiga, yaitu:
1. Otomasi (berkurangnya tenaga kerja yang digantikan teknologi informasi)
2. Globalisasi (Tidak adanya batas negara dan tidak terbendungnya kemajuan teknologi dan informasi)
3. Kolaborasi (bekerjasama dengan pihak lain)

Tantangan di atas dapat dijawab melalui pendidikan. Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus memiliki mindset baru tentang sekolah. Pemahaman baru tentang sekolah ini harus dipahami sebagai berikut:
1. Sekolah itu bengkel, bukan showroom.
Sekolah layaknya bengkel yang memperbaiki seorang peserta didik. Artinya tidak sama dengan showroom yang artinya sekolah hanya menampilkan yang baik-baik saja.

2. Guru bukan SPG (Sales Promotion Girl/ Boy), tapi teknisi.
Guru adalah orang yang memperbaiki dan membentuk kepribadian peserta didik. Bukan seseorang yang hanya berdandan mempromosikan kebaikan-kebaikan sekolah atau peserta didiknya

Semarang, 5 September 2018

Comments

Baca Juga