Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Lukisan dan Pelajaran Bisnis


Saya kemarin mendapat kiriman sebuah lukisan. Lukisan ini menggambarkan diri saya bagian dada ke atas. Lukisan ini bagus. Sekilas mirip saya. Lukisan ini lebih mirip saya bila dibandingkan dengan karikatur yang pernah saya peroleh dari sebuah acara dulu. Karikatur itu tidak menggambarkan diri saya.

Lukisan yang dibuat di atas kanvas ini diantar langsung oleh pelukisnya. Pelukisnya cukup terkenal di dunia seni. Rumahnya penuh dengan benda seni. Ada lukisan cat air, lukisan yang dibakar itu-entah apa namanya itu, karya seni dari tembaga, dan lain sebagainya. Bahkan dulu saya pernah diperlihatkan sebuah gua di rumahnya. Gua itu ia buat di depan rumahnya. Keren memang.

Lukisan yang diantarnya ini berdasarkan jepretan kamera handphone miliknya. Ia memfotoku saat kebetulan bertemu di toko pigura. Ia memintaku berpose santai seperti pose KTP. Saya senang difoto olehnya.

Kesenangan ini bukan kesenangan narsistik karena suka difoto. Kesenangan ini lebih cenderung kepada perasaan lega. Karena sudah sekitar tahun 2018 ia meminta fotoku. Sebenarnya ia bisa mendapatkan fotoku di Google atau media sosial milikku. Bagi seorang seniman mungkin kurang puas ya kalau hanya mendapatkan foto tidak secara langsung.

Lukisan ini mirip dengan saya. Hal ini saya buktikan melalui anak saya. Saya sengaja memperlihatkan lukisan ini kepada anak saya yang berusia 4 tahun. Kalau ia mengatakan kalau ini "ayah" berarti mirip. Kalau anak kecil ini tidak memanggil lukisan ini dengan namaku, sudah jelas ya. Jelas kalau lukisannya tidak bagus karena tidak mirip saya.

Saya pernah punya pengalaman unik soal ini. Tahun kemarin saya mendapatkan sebuah karikatur. Karikatur ini saya peroleh ketika mengikuti sebuah kegiatan dari salah satu kementerian koordinator negara. Karikatur ini saya bawa pulang dan perlihatkan pada anak saya. Ia malah kebingungan siapa sebenarnya sosok yang ada di gambar itu.

Ha, kesan bingung itu tidak terlihat ketika lukisan ini saya pertontonkan padanya. Anak saya langsung mengatakan kalau ini ayahnya. Hihihi. Berhasil. Berarti lukisan ini bagus. Mirip dengan ayahnya.

Saya tidak bisa menilai lebih lukisan ini. Saya tidak punya bekal kalau diminta menjadi seorang kurator. Saya hanya mendapat mata kuliah apresiasi seni di kampus dulu. Dengan keterbatasan ini saya rasa sudah sangat puas melihat lukisan wajah saya ini.

Pelukisnya pun terlihat senang karena anak saya berhasil menebak dengan tepat. Namun saya lebih senang bertemu dengannya. Ia meluangkan waktunya untuk bertemu denganku. Sebenarnya ia lebih pantas kalau saya "sowani."

Rumahnya sering menjadi "ampiran." Salah satunya adalah seorang tokoh di Kabupaten Magelang. Saya tidak bisa menyebutkan siapa tokoh itu. Namun ia termasuk tokoh muda, kuat, dengan jaringan nasional. Bahkan multinasional.

Tokoh ini sering mampir ke rumah seniman ini. Menurut cerita beberapa orang, sang tokoh kalau ke rumahnya hanya untuk sekedar "gojek." Ngobrol ngalor ngidul. Maklum pandangan sang pelukis sangat berbeda dari kebanyakan orang. Ia santai, luwes, let it flow dan optimis. Ngobrol pun seolah tanpa beban.

Pertemuan saya di rumah ketika mengantar lukisan ini pun sama. Ia juga mengajakku ngobrol ngalor-ngidul. Dua jam tak terasa saya ngobrol soal ini itu. Saya sadar kalau obrolan ini bukan sekedar ngalor-ngidul. Namun ada makna yang benar-benar bisa saya petik. Makna ini baru saya temukan setelah melalui proses kontemplasi.

Salah satu intinya, ia menasihatiku untuk tidak hanya berkarir. Akan tetapi harus berbisnis juga. Ia menceritakan bagaimana caranya berbisnis. Ia punya banyak cerita soal pengalaman bisnisnya. Bisnis yang ia lakoni lebih ke bisnis tingkat tinggi. Dimana ia tidak melakukan apa-apa tapi bisa mendapatkan uang.

Saya beruntung bisa dilukis olehnya. Bahkan beruntung pula mendapatkan wejangan ini. Saya pun menerka-nerka. Jangan-jangan tokoh yang sering ke rumahnya ini juga mendapat inspirasi bisnis darinya. Maklum, saya lihat sang tokoh sedang membangun bisnis di berbagai sektor.

Akhirnya, ia berpesan padaku. "Njenengan bisa endorse lukisan lho mas. Nanti kalau ada teman yang mau dilukis bisa lewat njenengan," katanya sambil tersenyum. Hebatnya, selain memotivasi ku untuk berbisnis, dengan cara ini ia langsung memintaku praktek bisnis. Luar biasa. Saya gak sadar kalau ia sepintar itu.

Yuk yang mau pesan lukisan bisa hubungi saya.

:D

Comments

Baca Juga