Setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua. Kesalahan yang dilakukan di masa lalu tidak melulu membuat sisa hidupnya pasti buruk. Maka ketika ada kesalahan yang hinggap pada saudara kita, hendaknya kita memandangnya dari sudut yang lain. Karena Tuhan pun memberikan kesempatan yang baru melalui mekanisme taubat.
Politisi yang dulu dianggap "keras", "bermulut kotor", dan "suka marah-marah" kini hadir kembali di ruang publik. Statusnya mantan narapidana tidak membuat karir politiknya hancur. Terbukti jabatan baru segera diembannya.
Politisi ini pernah terlibat kasus penistaan agama. Hal ini mencuat ketika video pidatonya di suatu kepulauan viral di media sosial. Ibukota bergemuruh. Ormas berpakaian putih muncul mengkomando gerakan.
Rakyat bergelora berbondong-bondong menuju ibukota. Entah tergerak karena buzzer di media sosial atau benar-benar membela agama. Hasilnya, politisi yang mereka usung "goal" sampai di tujuan. Lantas ada politisi yang kalah di pemilu dan kalah juga di pengadilan.
Kini, sekembalinya politisi yang pernah kalah ini benar-benar menguji "kelegowoan" lawan politiknya dulu. Lawan politik yang dulu puas karena menang, apakah kini dengan melihat lawan politik yang dulu kalah dan muncul lagi akan senang?
Jawabannya bisa senang bisa tidak. Bagi yang merasa tidak, setidaknya perlu juga mempertimbangkan kalau manusia pernah dalam hidupnya pernah juga mengalami kesalahan. Jadi, khalayak umum tidak perlu menghakimi orang menjadi orang terburuk di dunia hanya karena pernah melakukan satu kesalahan.
Jadi, saran konkritnya, maafkan saja dulu dan beri kesempatan. Lihat kinerja politisi ini, bila kinerjanya buruk dan perangainya tidak berubah bisa juga untuk menuntutnya kembali turun. Kalau bagus ya, tidak ada salahnya untuk melanjutkan kesempatan kedua ini.
Politisi yang pernah terkungkung di penjara ini mungkin saja sekarang sudah bertaubat. Kapok untuk tidak melakukan "pelecehan agama" lagi. Artinya sekarang bisa saja menjadi pribadi yang benar-benar lebih baik.
Sebagai penutup, sebaiknya beri kembali kesempatan pada orang yang pernah melakukan kesalahan. Amati kinerjanya dengan objektif. Bila baik lanjutkan. Kalau masih saja buruk, berhentikan. Ini saran paling realistis ketika politisi ini sudah benar-benar akan menduduki jabatan barunya.
Comments
Post a Comment