Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengaj...

Surat Terbuka untuk Merayakan Hari Berpisah dengan Cita-Cita Nasional

"Trenyuh!"
Itu perasaan yang muncul ketika melihat ilustrasi Mojok pada artikel "ANGKAT GELASMU KAWAN, MARI KITA RAYAKAN HARI BERPISAH DENGAN CITA-CITA NASIONAL". Ilustrasi tersebut memperlihatkan dengan jelas ekspresi ayah Nobita. Ketrenyuhan semakin menjadi karena saya pernah senasib dengan ayah Nobita.

Senyum pria dewasa bernama Nobisuke Nobi ini terlihat penuh kesyukuran. Ekspresi matanya jelas menggambarkan seorang laki-laki yang ikhlas melepas cita-citanya. Ia lepas cita-citanya 20 tahun lalu dari seorang pelukis menjadi pegawai.

Saya rasa seorang lelaki sejati pernah merasakan apa yang ayah Nobita alami. Momentum berubahnya cita-cita diingatnya sepanjang hidup. Bagi seorang lelaki, cita-cita merupakan sebuah obsesi. Obsesi yang melahirkan hasrat hidup bagi laki-laki.

Tantangan kehidupan sering memaksa laki-laki mengubah cita-citanya. Saya yakin pasti ada laki-laki yang bercita-cita menjadi seorang lawyer. Lawyer kondang yang menjadi host sebuah acara TV sambil dikelilingi wanita-wanita cantik. Jalan menuju cita-cita menjadi lawyer ditempuh dengan masuk kuliah di Ilmu Hukum. Walau usai wisuda, berakhir menjadi driver ojol.

Di sisi lain, tak hanya laki-laki yang mengubah cita-citanya. Karena perempuan juga memiliki cita-cita. Saya yakin seyakin-yakinnya ada perempuan yang bercita-cita menjadi istri terbaik bagi suaminya.

Istri itu berharap ketika membuka telur akan mendapat apresiasi setinggi langit dari suaminya. Walau akhirnya cita-cita itu tidak terwujud karena suaminya sibuk banting tulang. Hingga lelah dan tak sempat mengapresiasi. Gantilah cita-citanya menjadi istri biasa saja.

Beberapa contoh kehidupan selalu menunjukkan kalau cita-cita banyak diidentikkan dengan profesi. Masa kecil dulu ketika ditanya, "apa cita-citamu nak?" bisa jadi muncul jawaban menjadi pak pos!

Maklum, lagu tukang pos pernah ngehits di zamannya. Tapi kenyataannya bagi anak-anak sekarang, pak pos tidak sekeren dulu. Anak zaman sekarang melihat kantor pos sebagai tempat bayar-bayar.

Berbeda dengan zaman dulu ketika pak pos selalu ditunggu. Khalayak ramai menunggu pak pos karena membawa surat dari orang tercinta yang berada nan jauh disana.

Saya pernah mendengar cita-cita seorang kawan saya di masa kecil dulu. Kala itu, ketika ditanya cita-citanya, jawabannya ingin menjadi seorang tukang servis radio. Maklum, di sekitar saya dulu ada seorang tukang servis yang sukses dan kaya raya. Namun, kini tak lag skarena keberadaan radio di rumah-rumah semakin langka.

Sebagai laki-laki yang pernah mengubah cita-citanya seperti ayah Nobita, saya menyarankan untuk tidak menyandarkan cita-cita pada sebuah profesi tertentu. Jujur, profesi itu timbul tenggelam sesuai dengan perkembangan zaman. Ada profesi yang hilang, ada yang muncul.

Bagaimana bangganya dulu seorang penjaga pintu tol. Terima uang dari para pengguna jalan tol dengan bayaran di atas UMR. Kini penjaga tol itu telah hilang. Berganti dengan kartu uang elektronik dan pintu otomatis.

Laki-laki muda saat ini pun memunculkan cita-cita yang tidak terpikirkan laki-laki zaman dulu. Kini banyak laki-laki yang bercita-cita menjadi selebgram, youtuber, bahkan buzzer. Ini yang saya maksud sebagai profesi-profesi yang muncul karena perubahan zaman.

Oh iya, kembali ke saran saya sebagai laki-laki yang pernah mengubah cita-citanya. Perlu kiranya, kalau sekarang kita sandarkan cita-cita pada sebuah obsesi dasar manusia. Frans Magnis Suseno dalam bukunya "Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles." Dituliskan bahwa kebahagiaan adalah apa yang dikejar oleh semua orang. Jadi, sandarkan cita-citamu pada usaha untuk mengejar kebahagiaan.

Saya rasa menyandarkan pada cita-cita mengejar kebahagiaan lebih aman daripada bersandar pada profesi cita-cita. Karena profesi bisa berganti sesuai kebutuhan zaman sedang kebahagiaan selalu relevan dengan semua zaman.

Mengejar kebahagiaan sangat dihargai di Amerika. Thomas Jefferson tahun 1776 memasukkan mengejar kebahagiaan ke dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Percayalah, tak masalah berganti-ganti profesi apalagi tak sesuai dengan jurusan kuliahmu. Selama cita-citamu tetap sama, yaitu menjadi bahagia.

Singkatnya, mau jadi apapun tidak masalah, yang penting cita-citamu menuju kebahagiaan.

25 Februari 2020


Sumber gambar: mojok dan twitter Doraemon Hari Ini

Comments

Baca Juga