Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Analisis Sosial di Hari Pertama

Kamis, 1 Maret 2018 menjadi hari pertama saya mengajar di SDN Borobudur 1. Target saya hari ini melakukan pengamatan guna mendapatkan data sebanyak-banyaknya. Terutama analisa sosial warga sekolah.

Analisa warga sekolah menjadi penting karena obyek yang dihadapi di bidang pendidikan adalah manusia. Fokus analisa lebih kepada keadaan siswa dan guru. Sudut pandang yang menjadi pijakan adalah pola komunikasi, kecenderungan sifat, dan titik interaksi sosial.

*Pola komunikasi*
Data pola komunikasi berguna untuk menyesuaikan cara kita memilih kata dalam rangka menghadapi lawan bicara. Pola komunikasi yang paling aman dilakukan kepada teman sejawat adalah menggunakan bahasa Jawa  Kromo Halus dengan kombinasi bahasa Indonesia. Pemilihan bahasa Jawa Kromo Halus memberikan kesan lebih menghargai kepada para senior.

Sedangkan untuk teman sejawat yang seumuran lebih disarankan menggunakan bahasa Ngoko dengan tetap mengkombinasikannya dengan bahasa Indonesia. Pemilihan bahasa Ngoko ini mempertimbangkan aspek keakraban. Namun bahasa Ngoko ini jangan mendominasi komunikasi karena berpotensi tidak menghargai. Sehingga perlu sesekali diselingi memakai bahasa Indonesia.

Pola komunikasi dengan murid harus dilakukan dengan volume suara yang tinggi namun tidak terkesan emosi, jangan beri kesempatan kepada siswa untuk memberikan jeda komunikasi yang terlalu lama. Volume suara yang tinggi berguna untuk mengendalikan situasi agar suara-suara siswa tidak mendominasi ruang kelas. Dominasi yang dilakukan siswa cenderung membuat situasi tidak terkendali. Apalagi kelas yang saya hadapi memiliki siswa sejumlah 36 anak.

Jeda yang terlalu lama berpotensi pada peningkatan kemungkinan masuknya suara-suara siswa yang tidak diperlukan dalam proses pembelajaran. Agar tidak terjadi jeda yang terlalu lama, saya harus membuat siswa selalu dalam kondisi sibuk. Siswa harus dikondisikan dengan suara, permainan, atau penugasan.

*Kecenderungan Sifat*
Kecenderungan sifat per dianalisis untuk mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai objek pengamatan. Teman sejawat terlihat lebih senang apabila pengalaman-pengalamannya selama mengajar di kelas ini didengar dengan seksama. Selain itu, saya harus lebih proaktif. Terutama dalam rangka membuka percakapan. Percakapan lebih baik dibuka dengan pertanyaan daripada kalimat pujian yang penuh basa-basi. Pertanyaan bisa berkaitan dengan keadaan siswa atau sekolah. Pertanyaan pembuka dengan pertanyaan mengenai keadaan keluarga perlu dihindari. Karena kita belum mengetahui keadaan dan latar belakang keluarga masing-masing.

Siswa yang saya hadapi mayoritas memiliki kecenderungan sifat yang sangat Egaliter. Memandang guru seperti temannya sendiri. Hal ini terlihat dari penggunaan jenis bahasa yang digunakan komunikasi dengan saya dan keberaniannya dalam memotong apa yang saya bicarakan. Melihat hal ini, saya harus bersikap tegas. Ketegasan yang difokuskan pada penegakan aturan, norma, dan etika. Jarak antara guru dan siswa harus dibuat secara wajar dan proporsional. Agar siswa tidak "ngelunjak". Saya tadi sempat bereksperimen dengan tindakan yang saya lakukan. Misalnya dalam penugasan siswa serta tindakan pada anak yang tidak mau duduk ketika diajar. Saya lakukan sejenis musyawarah namun hasilnya tidak memuaskan. Hal ini terlihat dari tuntutan yang diminta siswa semakin banyak setelah musyawarah dilakukan.

*Titik Interaksi*
Titik interaksi sosial dimanfaatkan untuk menentukan tempat dimana interaksi sosial efektif dapat dilakukan. Titik atau tempat interaksi yang paling efektif untuk berkomunikasi dengan teman sejawat adalah ruang guru, dapur dan halaman sekolah yang digunakan untuk apel pagi. Ruang guru efektif dilakukan untuk berkomunikasi saat jam kerja, bukan saat istirahat. Dapur sangat efektif digunakan ketika jam istirahat pertama. Sedangkan titik komunikasi di halaman sekolah saat apel bermanfaat untuk menunjukkan etos kerja pribadi dan tanggung jawab dalam bekerja.

Sedangkan titik interaksi dengan siswa paling efektif dilakukan di ruang kelas. Namun terlihat semakin efektif dilakukan di kelas saat di luar jam belajar. Misalnya ketika pulang sekolah. Banyak masukan yang diperoleh dari siswa puteri ketika jam pelajaran berakhir. Mengingat siswa puteri ketika jam pelajaran kalah volume suara dengan siswa putera.

Inilah pengamatan hari pertama. Selanjutnya akan dikonfirmasi pada hari-hari yang akan datang. Apakah  analisa ini valid atau tidak. Fokus pengamatan lanjutan yang dilakukan terletak pada peta politik berupa kekuasaan: hegemoni, pelimpahan dan pembagian kekuasaan.

Borobudur, 2 Maret 2018 pukul 01.28 dan WIB.

Comments

Baca Juga