Featured Post
- Get link
- Other Apps
Dibalik Semangat Citizen Journalism ada Media Abal-abal?
Saya pernah membicarakan adanya "portal berita daring" yang bermunculan dengan seorang jurnalis. Jurnalis yang saya ajak ngobrol ini benar-benar seorang jurnalis. Bukan orang yang hanya mengaku-ngaku sebagai jurnalis.
Saya memulai pembicaraan tentang hal ini dengan adanya suatu fenomena. Fenomena ini terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta kebebasan berpendapat. Setiap orang saat ini bisa memiliki website. Bahkan untuk mendapatkan domain TDL (Top Level Domain), biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal.
Hal tersebut di atas mendorong munculnya berbagai macam portal berita daring. Portal berita daring bermunculan bak jamur di musim hujan. Satu orang dapat membuat "media" yang tampak profesional.
Orang tersebut kemudian melengkapi dirinya dengan seragam dan “name tag”. Seragam ini biasanya memuat kata “pers”. Bahkan sampai-sampai kartu tanda penduduknya memuat pekerjaan sebagai “wartawan”.
Mereka mencari berita, memburu sumber berita, melakukan kegiatan wawancara. Bahkan membuat surat penawaran berapa tarif untuk diwawancarai. Titip artikel pun ada tarifnya sendiri. Selain itu, mereka melengkapi diri dengan adanya akun media sosial.
Media sosial ini seolah menjadi bukti seberapa besar pengaruh media yang mereka kelola terhadap publik. Tak jarang mereka membeli pengikut. Maka perlu diperiksa apakah pengikutnya berisi akun nyata atau palsu.
Saya pernah bertemu dengan pelaku/pemilik media seperti ini. Pertemuan ini terjadi di rumah dinas seorang pejabat. Tebak saja, apa yang mereka tampilkan pertama? Jumlah pengikut. Mereka mencoba menjual media yang dikelolanya dengan menunjukkan jumlah pengikut.
Para pejabat yang tidak memiliki wawasan literasi digital akan langsung senang. Maklum, politisi butuh ekspose dari media. Maka tak segan-segan, beberapa pejabat mengundang pelaku “media” ini untuk meliput kegiatan/program-program dari sang pejabat.
Periksa Keanggotaan di Dewan Pers
Saya sejak awal tulisan ini menuliskan tulisan media dengan tanda kutip. Sebab media yang yang saya maksud di atas bukan media sebenarnya. Saya bisa mengatakan kalau media ini bukan media sebenarnya karena media yang dikelola tidak terverifikasi Dewan Pers.
Apakah salah membuat portal media berita? Sebenarnya tidak salah, sebab pembuatan itu dilandasi dengan adanya semangat citizen journalism. Semua orang boleh menulis dan menyebarkan tulisannya. Hanya saja kualitas tulisannya tentu akan berbeda jauh dengan media yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers.
Ironi saat ini, media-media yang tidak terdaftar di Dewan Pers lebih disukai netizen. Netizen tidak memperhatikan apakah media yang mereka baca adalah media yang profesional atau tidak. Netizen menyukai hal-hal yang bombastis, kontroversial dan “berani”. Padahal, kebanyakan media yang tidak terdaftar di dewan pers hanya “copy-paste” dari hal-hal viral di media sosial.
Pada akhirnya, kita harus waspada terhadap media yang sekarang bermunculan. Periksa di website dewan pers. Pastikan kita mendapatkan informasi dari sumber yang terverifikasi dan terpercaya.
Rahma Huda Putranto
25 Desember 2021
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment