Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Darah dan Jantung Organisasi

Dalam menjalankan roda organisasi dibutuhkan kecermatan, ketelitian dan kehati-hatian. Terutama berkaitan dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini secara ideal dilakukan melalui proses musyawarah.

Mufakat yang dihasilkan melalui proses musyawarah harus melibatkan komponen-komponen penting organisasi. Hal ini dilakukan agar keputusan organisasi menjadi keputusan bersama yang diterima oleh seluruh anggota. Perlu diingat, resiko yang harus ditebus sangatlah besar apabila keputusan organisasi berasal dari keputusan pribadi salah satu atau sebagian kecil elemen organisasi.

Menurut hemat penulis, keputusan-keputusan yang beresiko tinggi dalam tataran organisasi, adalah:

1. Agenda Berbiaya Besar

Agenda berbiaya besar ini misalnya pembangunan atau pembelian aset organisasi. Agenda tersebut apabila tidak terencana hanya akan membebani gerak organisasi. Apalagi agenda berbiaya besar ini terjadi di beberapa tempat dan berjalan berbarengan.

Agenda besar yang membutuhkan biaya tidak sedikit ini biasanya memeras pikiran, perasaan bahkan materi dari setiap anggota dan simpatisan organisasi. Pikiran yang seharusnya dapat diefisienkan untuk menyelesaikan tugas penting lain tapi malah tersedot pada penyelesaian agenda besar yang kadang tidak termasuk dalam skala prioritas yang mendesak.

2. Infaq atau Donasi

Agenda berbiaya besar penyelesaiannya melibatkan bantuan banyak orang. Sehingga kebutuhan akan biaya ini biasanya dibebankan kepada seluruh warga maupun simpatisan organisasi. Biaya ini dapat diwujudkan dalam bentuk infaq atau donasi.

Penggunaan pola berpikir analogi akan ditemukan perumpaan seperti ini. Infaq seolah menjadi "darah" dan donatur diibaratkan "jantung". Kini situasi yang terjadi, jantungnya hanya terbatas satu, sedangkan darah yang harus dialirkan ke pos-pos agenda besar sangatlah banyak.

Pos-pos agenda berbiaya besar yang terlanjur sudah berjalan harus terselesaikan. Padahal sumber penyelesaiannya berasal dari satu jantung yang sama, yaitu anggota organisasi (baca:;jamaah). Yang perlu dipertimbangkan masak-masak adalah kira-kira jamaah mampu tidak mengalirkan infaq untuk menyelesaikan beban-beban itu. Apalagi tukang penarik infaq silih berganti memeras darah dari jantung yang sama. Jantungnya hanya satu, yang memeras banyak. Apabila tidak terkontrol, bisa jebol jantung ini.

3. Hitung

Untuk mencegah jebolnya jantung, sembari melanjutkan agenda-agenda besar yang terlanjur berjalan, pola pikir kapitalis pun seolah menjadi solusi. Diliriklah lembaga penyedia modal untuk memasok tambahan darah agar pembangunan tetap berjalan. Entah darah tambahan ini darah bersih atau buruk akhirnya bercampur menjadi satu dengan darah yang berasal dari jantung.

Darah tambahan mengalir, agenda besar berjalan lancar untuk sementara waktu. Ketika tersadar, ternyata tambahan darah ini sifatnya semu. Karena darah semu ini juga harus diganti dengan darah yang asli dari jantung yang sudah ada sebelumnya. Sialnya lagi darah semu ini harus diganti dengan darah asli yang lebih banyak. Akhirnya jantung diperas lagi dan jadilah beban tambahan baru. Kalau kejadian ini terjadi, mau tidak mau jantung ini harus selalu dirawat agar senantiasa sehat dan tidak kehilangan fungsinya.

Pengelola Jantung

Pimpinan organisasi membutuhkan strategi khusus dalam menghadapi situasi jantung yang hanya satu dan harus memompa darah yang sangat banyak ini. Strategi untuk merawat jantung mutlak harus dipikirkan agar fungsinya semakin efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi hanya dapat dilakukan melalui upaya manajemen/ pengelolaan yang tepat. Upaya yang dapat digunakan untuk menyehatkan kerja jantung adalah:

a. Pimpinan organisasi harus menentukan skala prioritas. Terutama pada kegiatan yang berbiaya besar, seperti penambahan aset tanah organisasi ataupun pembangunan fisik

b. Kegiatan berbiaya besar dapat didelegasikan kepada tim pelaksana. Pendelegasian ini harus dilakukan secara tim untuk menghindari bias kepentingan pribadi. Tim kecil ini disarankan berjumlah ganjil untuk mengantisipasi kebuntuan musyawarah di level tim kecil.

c. Pendelegasian tim kecil dituangkan dalam bentuk surat keputusan yang memuat struktur tim, tugas dan kewenangan serta target kerja yang terukur secara kasat mata   dan memiliki batasan waktu yang jelas.

d. Pimpinan senantiasa melakukan pengawasan terhadap kinerja tim kecil ini dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak. Agat terhindar dari keputusan sepihak yang tidak matang dan merugikan anggota.

e. Memperbanyak jumlah anggota. Jumlah anggota yang bertambah besar tentu akan menambah pasokan darah. Pimpinan organisasi juga harus memikirkan strategi bagaimana caranya agar anggota organisasi semakin banyak dan tidak malah semakin sedikit.

Kesimpulannya, berorganisasi memang berat. Namun hal yang berat dapat menjadi ringan dengan cara bermusyawarah mencari strategi untuk meringankan keadaan. Musyawarah menjadi salah satu kunci kesuksesan dalam berorganisasi. Sebenarnya di era kemajuan teknologi seperti sekarang, orang semakin mudah bermusyawarah. Media sosial dapat menjadi media musyawarah yang efektif dan efisien. Sekarang hanya kita yang dapat memutuskan. Mau bermusyawarah atau tidak.

Ditulis untuk menertibkan dan mengkongkritkan pemikiran. Tak ada kaitannya dengan organisasi manapun.
BKIA, 22 Februari 2018

Comments

Baca Juga