Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengajar di Uni

Refleksi Layanan Gratis Selama Pandemi Covid-19: Jebakan Pasar dalam Bingkai Kemanusiaan

Pandemi Covid-19 membuat semua orang berpikir bagaimana caranya agar bisa bertahan hidup. Bertahan hidup di tengah pandemi tidaklah mudah. Apalagi bagi orang-orang yang memiliki usaha.

Pengusaha memiliki tanggung jawab terhadap perusahaan. Terutama tanggung jawab kepada karyawan agar tidak terjadi PHK. Cara mempertahankan perusahaan dan karyawannya tentu dengan mempertahankan daya jual produknya. Bahkan ada juga yang memanfaatkan situasi, pandemi covid-19 digunakan untuk meningkatkan daya jual produknya.

Peningkatan daya jual dilakukan melalui kegiatan promosi. Promosi gencar dilakukan dengan memberikan berbagai macam layanan terhadap produk yang dijualnya. Dalam teori promosi ada satu teknik promosi yang efektif namun mahal.

Teknik promosi tersebut dengan memberikan barang atau jasa yang dijualnya dengan cuma-cuma. Biasanya dibalut dalam istilah "layanan gratis", "uji coba gratis", atau "sampel/ contoh produk gratis". Ketiga istilah tersebut saya gunakan bergantian dalam tulisan ini.

Layanan gratis dalam bentuk promosi barang biasanya diberikan melalui pendistribusian sampel produk. Sedangkan layanan gratis berupa jasa diberikan melalui uji coba gratis atau free trial. Siapa sih yang gak mau dikasih gratis? Semua mau lah ya. Makanya cara promosi ini efektif namun berongkos mahal.

Free trial atau uji coba gratis sebenarnya hal yang lumrah. Tapi jadi hal yang luar biasa ketika free trial ini dilakukan di masa pandemi. Banyak produk terutama aplikasi memberikan uji coba gratis atas nama kepedulian terhadap pandemi. Memang, layanan gratis ini akan "indah" kalau diberikan atas nama kemanusiaan sebagai kontribusi melawan Covid-19.

Yang perlu dicatat, layanan gratis tentu tidak berlangsung selamanya. Ada batasan waktu pakai bagi jasa atau produk yang diberikan. Lantas apakah promosi gratis yang berbalut "kepedulian" ini pantas dilakukan di masa pandemi?

Jawabannya bisa pantas namun bisa juga tidak pantas. Tidak ada yang bisa menyalahkan perusahaan yang melakukan promosi seperti ini. Mereka punya hak untuk melakukannya. Bahkan perusahaan wajib melakukannya agar perusahaan bisa tetap hidup dan selamat melewati gejolak pandemi.

Kita sebagai sasaran konsumen juga punya hak untuk memanfaatkan layanan gratis itu atau tidak. Walau sebenarnya, kita tidak punya kewajiban untuk menggunakan masa uji coba itu. Bahkan kalau saja kita iseng mencoba masa uji coba juga tidak apa-apa. Meskipun akhirnya kita tidak punya keterikatan wajib berlangganan setelah masa uji coba gratis telah habis.

Pemberian waktu untuk layanan gratis biasanya dilakukan dengan ukuran waktu tertentu. Periode waktu yang diberikan sekiranya cukup untuk memberikan kenyamanan pada calon konsumen. Perusahaan pun memiliki ukuran sendiri dan tentu berdasaran riset kapan periode layanan gratis itu diberikan. Sekali lagi, kalau dilihat dari sudut pandang perusahaan uji coba gratis ini tidak lepas dari usaha promosi untuk meningkatkan penjualan.

Sebenarnya secara konsep, promosi melalui uji coba gratis digunakan untuk membentuk "goodwill", meminimalisir berpindah merk, mendorong pembelian ulang produk, dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, dan mencoba menyerang aktifitas promosi pesaing.

Sekarang sudah tahu kan maksud pemberian gratis itu? Oh iya, sekali lagi, promosi seperti ini sah dilakukan oleh perusahaan. Sekarang tinggal kita sebagai konsumen harus lebih arif dan berpikir kritis. 

Proses berpikir kritis harus diaktifkan ketika sampai di penghujung masa uji coba yang akan habis. Jangan sampai kita terlena untuk berlangganan atau membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak diperlukan. Kalau sampai membeli barang atau jasa setelah uji coba namun kemudian ternyata tidak berguna, maka kita terjebak pada promosi dengan kedok kepedulian tersebut.

Kalau sudah terjebak, maka kita telah mengorbankan dana yang dimiliki untuk sebuah kesia-siaan. Padahal di tengah krisis yang belum tahu kapan akan berakhir seperti saat ini, berhemat dan berhati-hati dalam pengeluaran adalah kunci. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi menghadapi situasi yang tak tentu.

Berpikirlah kritis di saat pandemi. Sadari bahwa di balik kepedulian terhadap pandemi ada "promosi" agar pengusaha bisa bertahan hidup. Saya tidak ingin menyudutkan siapa pun. Hanya ingin memberikan saran agar kita berhati-hati di tengah pandemi. Terutama dalam mengobarkan sumber daya yang dimiliki untuk barang atau jasa yang belum tentu dibutuhkan.

Comments

Baca Juga